Muhammad Ariyanto Adhar Qhutni

''Segala sesuatu pasti bisa dihadapi,asalkan kita percaya dan yakin ''

KONTEKS KOMUNIKASI DAN TEORI YANG MENDASARINYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Komunikasi adalah hal yang tidak asing lagi bagi kehidupan manusia sehari-hari. Komunikasi banyak dilakukan dengan banyak cara, baik secara verbal maupun non verbal. Dalam makalah ini saya ingin mencoba menguraikan tentang cabang-cabang komunikasi dan teori yang mendasari komunikasi tersebut. Komunikasi adalah suatu prosespenyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasaverbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan (body language), menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, dan mengangkat bahu.
Hampir semua manusia bisa berkomunkasi, tetapi manusia tidak tahu teori dasar dari apa yang dikomunikasikannya. Komunikasi yang dilakuakan sehari-hari oleh manusia itu menjadi hal yang nenarik dalam bahasan makalah ini, karena mudah-mudahan makalah ini bisa membantu semua pihak tentang beberapa cabang-cabang komunikasi dan teori yang mendsarinya yang dijelaskan dalam makalah ini.
1.2 Masalah atau topik bahasan
Di era globalisasi ini kita sangat ditekankan untuk bisa bersaing dengan orang lain, tentunya bersaing secara sehat, khusunya dalam berkomunikasi yang baik, karena semua hal itu pasti dihubungkan dengan komunikasi, karena komunikasi adalah hal yang sangat mutlak agar manusia bisa bersosialisasi dengan individu lainnya.
Maklah ini akan menjelaskan tentang beberapa cabang-cabang ilmu komunikasi, dengan para pencetus dan teori-teori dan asumsi-asumsi yang mendasari teori tersebut. Dengan demikian kiata akan mengetahui sebenrnya banyak cabang ilmu komunikasi di dunia ini.
1.3 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah atau topik bahasan
1.3 Sistematika Penulisan
1.4 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
2.2 KOMUNIKASI INTERPERSONAL
2.3 KOMUNIKASI KELOMPOK
2.4 KOMUNIKASI MASSA
2.5 KOMUNIKASI POLITIK
2.6 KOMUNIKASI ORGANISASI
2.7 KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
2.8 SEMIOTIKA KOMUNIKASI
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

1.4 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan agar semua orang tahu apa itu komunikasi, konteks komunikasi apa saja, dan teori apa yang mendasarinya.


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
2.1.1 Definisi Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek.
Menurut Lance Morrow dalam majalah Time (1998) mengatakan bahwa “berbicara dengan diri sendiri sering kali merupakan hal yang yang tidak bermartabat-pikiran jahat, pembenaran terhadap diri sendiri, serta maki-makian” (hal.98). Sedangkan menurut Joan Aitken dan Leonard Shedletsky (1997) menyatakan bahwa komunikasi intrapersonal sebnarnya lebih dari itu. Komunikasi macam ini melibatkan banyak penilaiaan akan perilaku orang lain.
Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo’a, bersyukur, instrospeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif. Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini.
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita yang berbeda beda (multiple selves).
Namun, pada tahun 1992, Pengertian tentang ‘communicaton intrapersonal’ itu sendiri adalah ambigu: banyak definisi tampak melingkar karena mereka meminjam, menerapkan dan dengan demikian mendistorsi fitur konseptual (misalnya, pengirim, penerima, pesan, dialog) ditarik dari komunikasi antar-orang normal, tidak diketahui entitas atau orang -bagian yang diduga melakukan ‘intrapersonal’ tukar, dalam banyak kasus, sebuah bahasa yang sangat pribadi yang mengemukakan, setelah analisis, ternyata benar-benar dapat diakses dan akhirnya tidak dapat dipertahankan. Secara umum, komunikasi intrapersonal tampaknya timbul dari kecenderungan untuk menafsirkan proses mental batin yang mendahului dan menyertai perilaku komunikatif kita seolah-olah mereka juga jenis lain proses komunikasi. Titik keseluruhan adalah bahwa rekonstruksi proses mental batin kita dalam bahasa dan idiom percakapan sehari-hari masyarakat sangat dipertanyakan, lemah di terbaik.
Elemen-elemen konsep diri di dalam komunikasi intrapersonal
1. Konsep diri
Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosial.
Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam persepsi kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki-laiki, perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau dapat juga mengacu pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap, dungu, terpelajar, dsb.) konsep diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Apabila pengetahuan seseorang itu baik/tinggi maka, konsep diri seseorang itu baik pula. Sebaliknya apabila pengetahuan seseorang itu rendah maka, konsep diri seseorang itu tidak baik pula.
2. Karakteristik sosial
Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang kita tamplikan dalam hubungan kita dengan orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert, banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal hal ini memengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
3. Peran sosial
Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita mendefinisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama. Meskipun pembahasan kita mengenai 'diri' sejauh ini mengacu pada diri sebagai identitas tunggal, namun sebenarnya masing-masing dari kita memiliki berbagai identitas diri yang berbeda (mutiple selves).
4. Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atau multiple selves adalah seseorang kala ia melakukan berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi, kita memiliki dua diri dalam konsep diri kita.
• Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi orang lain terhadap kita (meta persepsi).
• Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita, yaitu saat bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya' dan bagian lain memperlihatkan kita ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri)
Ada tiga level dalm aktifitas komunikasi Intrapersonal, diantaranya :
1. Internal discourse, merupakan aktifitas individu yang berkaitan dengan kerja berpikir, berkonsentrasi, dan kerja analisis tentang sesuatu.
2. Solo vocal communication, merupakan aktifitas komunikasi antarpersonal seperti berbicara diri sendiri demi memperjelas apa yang seseorang pikirkan dan mengubahnya sebagai pesan yang dapat dikirimkan bagi sesama.
3. Solo written communication, merupakan komunikasi antarpersonal-menulis untuk diri sendiri (catatan harian).
Dalam komunikasi intrapersonal terjadi pengolahan informasi yang meliputi sensasi, persepsi, memori, dan bepikir.
a. Sensasi berasal dari “sense”, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya.
Menurut Benyamin B. Wolman (1973:343) sensasi adalah pengalaman elementerbyang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.
b. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut (Desiderato, 1976:129) persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagaian persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.
c. Memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir.mendalami psikologi kognitif dalam upaya menemukan cara-cara baru dalam menganalisa pesan dan pengolahan pesan.
Robert T. Craig (1979) bahkan meminta ahli komunikasi agar
d. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons.
2.1.2 Asumsi Dasar Komunikasi Intrapersonal
Semua jenis komunikasi intrapersonal yang akan dilakukan oleh individu itu sebenarnya didatangkan pada konsep diri yang akarnya ada pada konsep diri, persepsi, dan ekspektasi. Intinya lahirnya komunikasi intrapersonal itu difokuskan pada peranan diri sendiri.
2.1.3. Para Pencetus dan Teori-teori Komunikasi Intrapersonal
2.1.3.a Psikologi Sosial
Psikologi social adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalma hubungan dengan situasi social. Latar belakang timbulnya psikologisosial berasal dari beberapa pandapat, misalnya Gabriel Tarde mengatakan, pokok-pokok teori psikologisosial berpangkal pada proses imitasi sebagai dasar dari pada interaksi social antar manusia.
Gustave Le Bon berpendapatbahwa pada manusia terdapat dua macam jiwa yaitu jiwa individu dan jiwa massa yang masing-masing berlainan sifatnya. Sigmund Freud berbeda dengan Le Bon, ia berpendapat bahwa jiwa massa itu sebenarnya sudah terdapat dan tercakup oleh jiwa individu, hanya saja tidakdisadari oleh manusia itu sendiri karena memang dalam keadaan terpendam.
Pada tahun 1950 dan 1960 psikologi social tumbuh secara aktif dan program gelar dalam psikologi dimulai disebagian besar universitas. Dasar mempelajari psikologi social bedasarkan potensi-potensi manusia dimana potensi ini mengalami proses perkembangan setelah individu itu hidup dalam lingkungan. Potensi-potensi itu antara lain :
1. Kemampuan menggunakan bahasa
2. Adanya sikap etik
3. Hidup dalam 3 dimensi
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Pandangan psikologis ini melihat manusia sebagai kesatuan lahiriah dan nkarakteristik yang mengarahkannya kepada perilaku mandiri. Dan pandangan ini juga melihat pikiran individu sebgai tempat memproses dan memahami informasi serta menghasilkan pesan, tetapi pandangan ini juga mengakui kekuatan yang dimiliki oleh individu melebihi individu lain serta efek informasi pada pikiran manusia. Oleh karena itu, hampir tidak mengejutkan jika penjelasan-penjelasan psikologis telah menarik para ahli komunikasi, terutama dalam kajian perubahan dan efek-efek interaksi.
Kajian individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi (sociopsychological). Berasal dari kajain psikologi sosial, tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam komuikasi . Teori-teori tradisi ini berfokus pada perilakusosial individu, variabel psikologois, efek individu, kepribadian dan sifat, presepsi, serta kognisi. meskipun teori-teori ini memiliki banyak perbedaan, mereka sama-sama memperhatikan perilaku dan sifat-sifat pribadi serta proses kognitif yang menghasilkan perilaku.
Pendekatan individualis yang memberi citra tradisi sosiopsikologis merupakan hal yang umum dalam pembahasan komunikasi serta lebih luas dalam ilmu pengetahuan sosial dan perilaku.
Yang mendasari teori psikologis sosial ini adalah komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal bisa di tunjukkan berupa ekspresi wajah, sikap badan, dan gerak isyarat. Didalam komunikasi non verbal ini tidak menggunakan bahasa dan tulisan seperti komunikasi verbal. Komunikasi non verbal pengungkapan pesannya yaitu melalui isyarat. Isyarat hanya dapat digambarkan oleh diri pribadi orang itu sendiri, sehingga proses komunikasipun dalam teori psikologis sosial ini pada dsaarnya adalah diri sendiri.
2.1.3.b Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory)
R. Gagne (1988) adalah pencetus teori pemrosesan informasi (information processing theory), dia berpendapat bahwa “ Dalam pembelajaran itu terjadi proses penerimaan informasi untuk kemudian diolah, sehingga akan menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil pembelajraan. Dalam pemrosesan informasi itu terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu.
Ada beberapa macam kondisi internal dalam komunikasi intrapersonal;
1. Keadaan di dalam individu yang diperlukan untuk mencapai hasil pembelajaran
2. Proses kognitif yang terjadi dalam individu selama proses pembelajaran berlangsung
Sedangkan kondisi eksternal ialah berbagai rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi lima kategori yang disebut the domainds of learning, yaitu sebagai berikut :
1. Keterampilan motoris (motor skill)
Diperlukan koordinasi dari berbagai gerakan badan.
2. Informasi verbal
Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, dan menggambar.
3. Kemampuan intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan simbol¬simbol.
4. Strategi kognitif
Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir.
5. Sikap
Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa kemmapuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.
Selain itu teori ini membahas juga tentang input, pemrosesan, penyimpanan dan pencarian kembali informasi pada diri manusia. (Chaplin, 2008). Pada input, otak bergantung pada penginderaan untuk menemukan informasi yang berasal dari perangsang lingkungan, dan menyalurkannya ke dalam impuls saraf. Saraf sensoris dan jalan penyalurnya lewat urat saraf tulang belakang dan pusat-pusat subkortikal, dapat disamakan dengan saluran di dalam mesin, cuma memiliki satu kapasitas saluran saja (Chaplin, 2008).
Teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term-memory (STM) lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term-memory (LTM). Otak manusia dianalogikan dengan komputer.
Terdapat dua macam memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk materi yang masuk secara auditif (melalui pendengaran). Penyimpanan disini berlangsung cepat, hanya berlangsung sepersepuluh sampai seperempat detik.
Supaya dapat diingat, informasi harus dapat disandi (encoded) dan masuk pada STM. STM hanya mampu mengingat tujuh (plus atau minus dua) bit informasi. Jumlah bit informasi disebut rentangan memori (memori span). Untuk meningkatkan kemampuan STM, para psikolog menganjurkan kita untuk mengelompokkan informasi; kelompoknya disebut chunk.
Bila informasi dapat dipertahankan pada STM, ia akan masuk pada LTM. Inilah yang umumnya disebut sebagai ingatan. LTM meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit sampai seumur hidup. Kita dapat memasukkan informasi dari STM ke LTM dengan chunking, rehearsals, clustering, atau method of loci.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran.
Berdasarkan temuan riset linguistik, psikologi, antropologi dan ilmu komputer, dikembangkan model berpikir. Pusat kajiannya pada proses belajar dan menggambarkan cara individu memanipulasi simbol dan memproses informasi.
2.1.3.c Teori interferensi (interference theory)
Teori interferensi adalah teori psikologis yang menjelaskan tentang beberapa fitur dari memori. Ini menyatakan bahwa gangguan terjadi kita belajar tentang hal-hal yang baru, yang menyebabkan ingatan yang pernah kita simpan didalam otak itu bisa tergangu, akibat dari itu semua adanya persaingan antara ingatan yang baru masuk dengan ingatan yang sudah lama yang ada didalam otak kita.
Bergstrom (1892) psikolog Jerman, yang melakukan studi pertama tentang interferensi. Eksperimen ini mirip dengan Stroop tugas dan mata pelajaran yang diperlukan untuk menyortir dua deck kartu kata-kata ke dua tumpukan. Ketika lokasi berubah untuk tumpukan kedua, menyortir itu akan lebi lambat. Ini menyebabkan sorting aturan pertama menggangu belajar aturan baru.
Pada tahun 1924, James J. Jenkins dan Dallenback menunjukkan bahwa pengalaman sehari-hari dapat mengganggu memori dengan percobaan yang mengakibatkan retensi yang lebih baik selama periode tidur daripada atas jumlah waktu yang sama yang ditujukan untuk aktivitas.
Teori interferensi terbagi menjadi tiga jenis utama yang sangat mempengaruhi proses psikologis seseorang, diantaranya adalah;
1. Proaktif
2. Retroactive
3. Output
Shiffrin (1970) memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Pada kanvas itu sudah terlukis hukum relativitas. Segera setelah itu Anda mencoba merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Inilah yang disebut interfensi. Misalkan, anda menghafal halaman pertama dalam kamus inggris-indonesia kemudian anda berhasil. Teruskan ke halaman kedua. Dan berhasil juga, tetapi yang di ingat pada halaman pertama akan berkurang. Ini yang disebut inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang). Beberapa experimen menunjukan bahwa pelajaran yang dihafal sebelum tidur lebih awet dalam ingatan kita dari pada pelajaran yang dihafal sebelum kegiatan-kegiatan lain.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa ingatan atau rekaman kita dalam otak itu ada batasan. Rekaman yang kita dalam otak itu memiliki kemampuan penyimpanan yang terkadang bisa kehapus rekaman itu jika di isi dengan rekaman yang lain. Disinalah terjadi interferensi. Kaitan dengan komunikasi intrapersonal terkadang seseoarang yang berbicara di depan public, biasanya seseorang secara tiba-tiba lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan, sebenarnya itu terjadi karena kita merekam terlalu banyak atau juga bisa di sebabkan rekaman kita kurang kuat di dalam otak kita.
2.2. KOMUNIKASI INTERPERSONAL
2.2.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Maksud dari Proses ini, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus.
Menurut Joseph A. Devito, komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi antarpersonal dinilai paling baik dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpersonal dilakukan secara tatap muka dimana antara komunikator dan komunikan saling terjadi kontak pribadi; pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan, sehingga aka nada umpan balik yang seketika (perkataan, ekspresi wajah, ataupun gesture). Komunikasi inilah yang dianggap sebagai suatu teknik psikologis manusiawi.
Komunikasi interpersonal adalah bukan hal yang tunggal melainkan interpersonal itu komunikasi diantara dua orang. Semakin banyak kita berinteraksi dengan orang sebagai individu yang berbeda, semakin interpersonal yang komunikasi tersebut. Para sarjana studi komunikasi interpersonal bagaimana komunikasi menciptakan dan memelihara hubungan dan bagaimana mitra berkomunikasi untuk menghadapi tantangan normal dan Luar Biasa dari mainining keintiman dari waktu ke waktu (Canary Dan Stafford, 1994; Bebek Dan kayu, 1995; Spencer, 1994; kayu Dan Bebek, 006 ). Penelitian menunjukkan bahwa rekan-rekan yang mendengarkan secara sensitif dan berbicara secara terbuka memiliki kesempatan terbesar untuk mempertahankan hubungan dekat dari waktu ke waktu. Penelitian di bidang ini juga menunjukkan bahwa komunikasi adalah pengaruh yang penting tentang bagaimana mengembangkan hubungan pribadi dari waktu ke waktu.
2.2.2 Asumsi Dasar Komunikasi Interpersonal
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil.
Setiap berkomunikasi dengan orang lain kita secara tidak langsung membuat prediksi tentang efek dan prilaku komunikasinya. Menurut Miller ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu: tingkat kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat psikologis.
Berbicara mengenai efektivitas komunikasi antarpersonal, Mc. Crosky, Larson dan Knapp menyatakan bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan accuracy yang paling tinggi derajatnya dalam setiap situasi.
Untuk kesamaan dan ketidak samaan dalam derajat pasangan komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi, Everett M. Rogers mengetengahkan istilah homophily dan heterophily yang dapat menjelaskan hubungan komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi antar personal. Homophily adalah istilah yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifatnya (attribute). Heterophily adalahh derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada dalam sifat-sifat tertentu. Dalam situasi bebas memilih, dimana komunikator dapat berinteraksi dengan salah seorang dari sejumlah komunikan.
Menurut para psikolog seperti Fordon W. Allport, Erich Fromm, Martin Buber, Carl Rogers dan Arnold P. Goldstein, menyatakan bahwa hubungan antar personal yang baik akan membuat, antara lain :
1. Makin terbukanya seorang pasien mengungkapkan perasaannya,
2. Makin cenderung ia meneliti perasaanya secara mendalam beserta penolongnya,
3. Makin cendereng ia mendengar denagn penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang diberikan penolongnya.
Menurut Litteljohn (1999) menyatakan komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan antar individu.
Menurut Agus M. Hardjana (2003:85) komunikasi interpersonal adalah sebuah interaksi tatap muka anatar dua orang atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi pesan secara langsung pula. Pendapat senada juga dikemukakan oleh : Deddy Mulyana (2008:81) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar dua orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal.
Menurut Trenholm dan jensen (1995:26) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antar dua orang secara langsung secara tatap muka (komunikasi diadik).
Dalam komunikasi antarpersonal kita mencoba untuk menginterpretasikan makna yang menyangkut diri kita sendiri, diri orang lain, dan hubungan yang terjadi. Kesemuanya terjadi melalui suatu proses piker yang melibatkan penarikan kesimpulan. Masing-masing individu secara simultan akan menggunakan tiga tataran yang berbeda, yaitu persepsi, metapersepsi dan metametapersepsi. Ketiganya akan saling mempengaruhi sepanjang proses komunikasi.
Secara teoritis komunikasi antarpersonal diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, antara lain :
1. Komunikasi diadik ( dyadic communication ) adalah komunikasi antarpersonal yang berlangsung antara dua orang yakni seorang komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan.
2. Komunikasi tridadik (tridadic communication) adalah komunikasi antarpersonal yang pelkunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan.
Menurut Judy C. Pearson, menyebutkan ada enam karakteristik komunikasi antarpersonal, antaralain:
1. Komunikasi antarpersonal dimulai dengan diri pribadi (self)
2. Komunikasi antarpersonal bersifat transaksional
3. Komunikasi antarpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi.
4. Komunikasi antarpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi
5. Komunikasi antarpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan lainnya (interdependen) dalam proses komunikasi
6. Komunikasi antarpersonal tidak dapat diubah maupun diulang
Teori-teori antarpersonal menjelaskan prosesinteraksi antara dua orang (dyad) yang dilakukan tatap muka atau melalui media. Unit analisi dari komunikasi antarpersonal adalah dyad dan relasi itu sendiri. Ada empat perspektif khusu dari studi komunikasi antarpersonal, yaitu:
1. Perspektif relasional (kualitatif) yang menguraikan komunikasi melalui peranan pengirim dan penerima yang berbagi dan menciptakan makna pesan secara simultan.
2. Perspektif situasional (kontekstual), yang menguraikan komunikasi yang terjadi antara dua orang dalam konteks tertentu.
3. Perspektif kuantitatif, yang menguraikan komunikasi sebagai interaksi dyadic, termasuk komunikasi impersonal.
4. Pespektif strategis, yang menguraikan komunikasi untuk mencapai tujuan antarpersonal tertentu.
Ada beberapa sifat komunikasi interpersonal, diantaranya adalah :
a. Komunikasi itu bersifat spontan dan informal
b. Saling menerima umpan balik (feedback) secara maksimal
c. Partisipan berperan fleksibel

2.2.3 Para Pencetus dan Teori-teori Komunikasi Interpersonal

2.2.3.a Teori kebutuhan hubungan interpersonal
Gregory Bateson adalah seorang Antropolog, dia pendiri garis teori ini yang selanjutnya dikenal dengan komunikasi relasional. Kerjanya mengarah pada pengembangan dua proposisi mendasar pada mana kebanyakan teori relasional masih bersandar. Pertama yaitu sifat mendua dari pesan: setiap pertukaran interpersonal membawa dua pesan, pesan “report” dan pesan “command”. Report message mengandung substansi atau isi komunikasi, sedangkan command message membuat pernyataan mengenai hubungan. Dua elemen ini selanjutnya dikenal sebagai “isi pesan” dan “pesan hubungan”, atau “komunikasi” dan “metakomunikasi”.
Pesan report menetapkan mengenai apa yang dikatakan, dan pesan command menunjukkan hubungan diantara komunikator. Isi pesan sederhana seperti “I love you” dapat dibawakan dalam berbagai cara, dimana masing-masing mengatakan sesuatu secara berbeda mengenai hubungan. Frasa ini dapat dikatakan dalam cara yang bersifat dominasi, submissive, pleading (memohon), meragukan, atau mempercayakan. Isi pesannya sama, tetapi pesan hubungan dapat berbeda pada tiap kasus.
Proposisi kedua Bateson yaitu bahwa hubungan dapat dikarakterisasi dengan komplementer atau simetris. Dalam hubungan yang komplementer, sebuah bentuk perilaku diikuti oleh lawannya. Contoh, perilaku dominan seorang partisipan memperoleh perilaku submissive dari partisipan lain. Dalam symmetry, tindakan seseorang diikuti oleh jenis yang sama. Dominasi ketemu dengan sifat dominan, atau submissif ketemu dengan submissif.
Disini kita mulai melihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur dalam sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki. Sistem yang mengandung serangkaian pesan submissif akan sangat berbeda dengan yang mengandung rangkaian pesan yang besifat dominasi. Dan struktur pesan yang mencampur keduanya adalah berbeda pula.
Meski Bateson seorang pakar antropologi, gagasannya dengan cepat dibawa kedalam psikiatri dan diterapkan pada hubungan patologis. Beberapa peneliti komunikasi memanfaatkan kerja Bateson dan kelompoknya. Aubrey Fisher, salah satu yang dikenal baik dari kelompok ini, sebagai pemimpin teoritisi sistem. Dalam buku Perspectives on Human Communication dia menerapkan konsep sistem kedalam komunikasi.
Analisa Fisher dimulai dengan perilaku seperti komentar verbal dan tindakan nonverbal sebagai unit terkecil analisa dalam sistem komunikasi. Perilaku yang dapat diamati ini dapat dilihat atau didengar dan merupakan satu-satunya ekspresi pemikiran bagi keterhubungan individu dalam sistem komunikasi. Dari sudut pandang sistem, perilaku itu sendiri adalah apa yang dihitung, dan struktur hubungan terdiri atas pola perilaku yang tersusun ini. Dengan kata lain, hubungan kita dengan orang lain ditentukan oleh bagaimana kedua kita bertindak dan apa yang kita katakan.
Pola komunikasi dibentuk oleh sekuen tindakan. Ketika kita berkomunikasi kita bertindak dan bereaksi dalam sekuen, jadi interaksi adalah arus pesan. Fisher percaya bahwa arus bicara dengan dirinya sendiri mengatakan sedikit mengenai komunikasi, sehingga harus dipecah kedalam unit-unit yang mengandung tindakan dan respon. Fisher mengembangkan metode untuk mengetahui semua pola percakapan, yang terdiri atas pesan-pesan penyandian, sehingga pola respon dapat ditetapkan.
Unit yang paling dasar dari komunikasi dipakai Fisher adalah interact, atau rangkaian dua pesan yang bersambungan diantara dua orang.
Contohnya yaitu pertanyaan dari orang pertama diikuti oleh jawaban dari orang kedua. Pertanyaan yang diikuti oleh jawaban akan berbeda dari permintaan yang diikuti persetujuan. Permintan yang diikuti oleh penawaran adalah berbeda dari suggestion atau saran yang diikuti oleh keberatan. Interaksi dikombinasikan kedalam unit yang lebih besar disebut double interact (tiga tindakan), dan selanjutnya dikombinasi lagi kedalam triple interact (empat tindakan). Struktur dari keseluruhan interaksi merupakan rangkaian interaksi yang makin lama makin membesar. Kebanyakan kerja Fisher melibatkan pembuatan keputusan dalam kelompok kecil. Dalam risetnya dia menyandi apa yang orang katakan dalam diskusi kelompok dan menganalisa interaksi ini dalam cara yang seluruh pola, atau struktur dari diskusi dapat digambarkan. Fisher menunjukkan bagaimana interaksi berkombinasi dengan bentuk fase pemuatan keputusan kelompok.
Diantara periset yang terkenal dalam komunikasi relasional adalah Edna Rogers dan Frank Millar. Kerja Millar dan Rogers merupakan aplikasi langsung dari gagasa Bateson dan konsisten dengan teori Fisher. Secara khusus, mereka bertanggung jawab bagi pengembangan metode riset mengenai pengkode-an dan pengelompokan pola relasional. Seperti Fisher, Millar dan Rogers mengamati percakapan dan kode tindakan komunikasi dalam suatu cara yang membiarkan mereka menemukan pola yang diciptakan melalui interaksi. Dari risetnya mereka mengembangkan teori yang menunjukkan bagaimana hubungan mengandung struktur kontrol, kepercayaan, dan keakraban.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Adalah satu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational communication sangat dipengaruhi oleh teori sistem. Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat komunikasi interpersonal.
Poin ini berdasar pada gagasan bahwa komunikasi sebagai interaksi yang menciptakan struktur hubungan. Dlaam keluarga misalnya, anggota individu secara sendirian tidak membentuk sebuah sistem, tetapi ketika berinteraksi antara satu dengan anggota lainnya, pola yang dihasilkan memberi bentuk pada keluarga. Gagasan sistem yang penting ini secara luas diadopsi dalam lapangan komunikasi. Proses dan bentuk merupakan dua sisi mata uang; saling menentukan satu sama lain.
2.2.3.b Teori Analisis Transaksional (Transactional Analysis Theory)
Menurut International Association Transaksional Analisis, Analisis Transaksional adalah teori kepribadian dan psikoterapi sistematis untuk pertumbuhan pribadi dan perubahan pribadi.
a. Sebagai teori kepribadian, TA menggambarkan bagaimana orang-orang yang terstruktur psikologis. Ia menggunakan apa yang mungkin modelnya yang paling terkenal, ego-negara (Parent-Adult-Anak) model untuk melakukan hal ini (kita akan membahas tiga negara ego kemudian dalam makalah ini). Model yang sama membantu menjelaskan bagaimana orang fungsi dan mengekspresikan kepribadian mereka dalam perilaku mereka.
b. Ini adalah teori komunikasi yang dapat diperluas untuk analisis sistem dan organisasi.
c. Ia menawarkan teori untuk perkembangan anak, dengan menjelaskan bagaimana kita dewasa pola hidup berasal dari masa kanak-kanak. Penjelasan ini didasarkan pada gagasan tentang “Hidup Script”: asumsi bahwa kami terus strategi masa kanak-kanak kembali bermain, bahkan ketika hasil ini dalam sakit atau kekalahan.
d. Dalam aplikasi praktis, dapat digunakan dalam diagnosis dan perawatan berbagai jenis gangguan psikologis, dan menyediakan sebuah metode terapi untuk perorangan, pasangan, keluarga dan kelompok.
e. Luar bidang terapi, telah digunakan dalam pendidikan, untuk membantu guru tetap komunikasi yang jelas pada tingkat yang tepat, dalam konseling dan konsultasi, dalam pelatihan manajemen dan komunikasi, dan oleh badan-badan lain.
Teori analisis transaksional memandang hubungan sebagai sebuah system. Setiap system memiliki sifat-sifat structural, integrative, dan medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan.
Teori ini dikemukakan oleh seorang psikiater jenius Amerika bernama Eric Berne yang lahir di Montreal Kanada 10 Mei 1910. Kemunculan teori ini tidak dapat dilepaskan dari perasaan dari perasaan kecewa Berne terhadap praktek psikiatri yang menurutnya menuntut biaya terlalu mahal tetapi hasil yang dapat diperdebatkan serta sukar dimengerti. Atas dasar inilah, Berne terdorong untuk mengahsilkan teori dan metode psikiatri yang betul-betul dapat mengak misteri dibalik perilaku manusia yaitu pada otak yang merupakan suatu system.
Haree dan Lamb (1996) mendefinisikan teori analisis transaksional sebagai sesuatu teori kepribadian dan tingkah laku social yang dipakai sebagai wahana untuk psikioterapi dan perubahan social yang lebih umum. Konsep kepribadian dan prilaku social dalam teori ini dipandang sebagai satu kesatuan dimana struktur kepribadian seseorang diyakini akan mempengaruhi cara yang bersangkutan berinteraksi secara social. Komunikasi atau tindakan membina hubungan dengan orang lain merupakan wujud interaksi social. Karena alasan ini kemudian analisis transaksional menempatkan tindakan komunikasi antar manusia sebagai bagian yang tak terlepaskan.
menurut teori analisis transaksional, ketika dua lebih orang bertemu, cepat atau lambat; salah satu dari mereka akan menyapa atau memberikan indikasi lainnya atas kehadiran orang lain. Hal ini disebut “ Stimulus Transaksional”. Orang lain tersebut kemudian akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan stimulus yang diterima. Respon yang diberikan orang lain tersebut dinamai “Tanggapan Transaksional”. Orang yang menyampaikan stimulus disebut “agen” dan orang yang merespon disebut “Responden”.
Asumsi Dasar da Uraian Teori
Berne mengajukan beberapa asumsi dasar yang melandasi teorinya, yaitu :
1. Manusia pada dasarnya dalam keadaan “oke”. Ini lebih merupakan pernyataan kualitas atau potensial ketimbang keadaan actual. Masing-masing manusia selalu berniali, berguna dan memiliki kemampuan-kemampuan tertentu sehingga layak diperlakukan secara patut.
2. Semua orang memiliki kapasitas untuk berfikir
3. Manusia memutuskan sendiri jalan hidup mereka sendiri dengan membuat keputusan pada naskah awal kehidupan mereka, dan keputusan itu dapat diubah.
Tujuan teori analisis transaksional adalah menghasilkan hubungan atau komunikasi yang efektif dan memuaskan kedua belah pihak. Menurut teori ini titik tolak untuk memahami perilaku komunikasi manusia adalah dengan memahami sumber yang mendorong perilaku tersebut yakni Egostate.
2.2.3.c Teori Proksemik
Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan; istilah ini dilahirkan oleh antropolog interkultural Edward T. Hall. Hall membagi jarak ke dalam empat corak: jarak publik, jarak sosial, jarak personal, dan jarak akrab. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka.
Proksemik menurut Hall adalah bentuk lain untuk menjelaskan hubungan antara pengamatanya dan teori tentang bagaimana seseorang menggunakan ruang yang khusus dalam kebudayaan dan kebiasaan untuk berkomunikasi antarpersonal. Sebuah definisi khusus lagi tentang proksemik adalah studi tentang bagaiman seorang secara tidak sadar terlibat dalam struktur ruang atau jarak fisik antara manusia sebagai sesuatu keteraturan, tertib pergaulan setiap harinya. Konsep ini sebenarnya konsep yang dianalogikan dari studi-studi para arsitek wilayah perkotaan tentang bagaimana pengamanan suatu kota sebagai pemukiman.
Asumsi Dasar Teori
Ada tiga bentuk dasar ruang antarpersonal yang dikemukakan Hall, antara lain :
1. Fixed feature space adalah suatu struktur yang tidak dapat digerakan tanpa persetujuan kita.
2. Semi fixed feature space adalah struktur ruang yang sebagaiannya bisa di gerakan atas kehendak kita atau jangkauan kita.
3. Informal Space adalah ruang atau wilayah di sekitar badan kita dengan orang lain.
Hall mengemukakan bahwa pada saat seseorang terlibat dalam komunikasi antarpersonal dengan orang lain maka bisa terjadi delapan kemungkinan katagori utama dari analisis proksemik, antara lain :
1. Posture-sex factor, yaitu jarak antara pasangan waktu berhubungan sex.
2. Sociofugal-sociopetal axis, adalah adanya hambatan ruang antarpersonaldalam berinteraksi, jika tidak ada hambatan disebut socialpetal axis.
3. Kinesthetic factor, yaitu perilaku prosemik dengan kebiasaan menyentuh tubuh sehingga menunjukan tingkat keakraban antarpartisipan.
4. Perilaku meraba dan menyentuh, seseorang mungkin dilibatkan dalam setiap cara meraba-raba, menyentuh, memegang, mengusap, menyinggung, mengecapi makanan dan minuman, memperpanjang pegangan, membuat tekanan-tekanan pada pegangan, sentuhan mendadak, ataupun kebetulan menyentuh.
5. Visual code, kebiasaan kontak mata dengan jangkauan (saling memandang) dan tidak ada kontak sama sekali.
6. Thermal code, mengamati kehangatan dari komunikator terhadap lainnya.
7. Olfactory code, factor ini termasuk jenis dan tingkat kehangatan yang terlibat waktu orang bercakap-cakap.
8. Voice loudness, kekuatan suara waktu berbicara dihubungkan secara langsung dengan ruang antarpersonal.
2.3 KOMUNIKASI KELOMPOK
2.3.1 Deinisi Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang – orang yang terdiri darii tiga atau lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara mereka satu sama lainnya, terutama kelompok primer. Intensitas hubungan di antara mereka merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut. kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka.
Menurut Dedy Mulyana kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Pada komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Menurut Anwar Arifin komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Dari dua definisi di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.
Karakteristik kelompok kecil adalah sebagai berikut :
1. Jumahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima.
2. Para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan beberapa cara.
3. Di antara anggota kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama.
4. Para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur yang terorganisasi.
Kelompok kecil melaksanakan kegiatannya dengan berbagai format. Format yang paling populer adalah panel atau meja-bundar, seminar, simposium, dan simposium-forum.
Panel atau Meja Bundar. Dalam format panel atau meja bundar, anggota kelompok mengatur diri mereka sendiri dalam pola melingkar atau semi-melingkar. Mereka berbagi informasi atau memecahkan permasalahan tanpa pengaturan siapa dan kapan mereka berbicara. Anggota akan memberikan kontribusinya jika mereka sendiri merasakan merasakan layak itu.
Seminar. Dalam seminar, anggota kelompok adalah “para pakar” dan berpartisipasi dalam format panel atau meja bundar. Perbedaannya adalah dalam seminar terdapat peserta yang anggotanya diminta untuk berkontribusi. Mereka ini bisa diminta untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan beberapa umpan balik.
Simposium,setiap anggota menyajikan presentasi yang telah disiapkan, seperti halnya pidato di depan umum. Semua pembicara menilik dari aspek yang berbeda mengenai suatu topik. Dalam simposium, pemimpin akan memperkenalkan para pembicara, mengatur alur dari satu pembicara ke pembicara lain, dan bisa juga menyampaikan ringkasannya secara berkala.
Simposium-Forum. Simposium-forum terdiri dari dua bagian: simposium, dengan pembicara yang sudah disiapkan, dan forum, yang mempersilakan para hadirin untuk mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh pembicara. Pimpinan akan memperkenalkan para pembicara dan menjadi moderator dalam acara tanya jawab.
Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan dengan adanya fungsi-fungsi yang dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut, antara lain fungsi hubungan sosial, fungsi pendidikan, fungsi persuasi, fungsi pemecahan masalah, fungsi pembuatan keputusan, dan fungsi terapi.


Berikut beberapa klasifikasi kelompok dan karakteristik komunikasinya menurut para ahli :
• Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya :
a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana pribadi saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
b. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
c. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
d. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
e. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.


• Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.
• Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif melihat proses pembentukan kelompok secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:
a. kelompok tugas.
b. kelompok pertemuan.
c. kelompok penyadar.
2.3.2 Asumsi Dasar Komunikasi Kelompok
Para Psikolog Sosisal juga mengenal mode. Pada tahun 1960-an, tema uatama mereka adalah persepsi sosial. Pada dasawarsa ini berikutnya, tema ini memudaar. Studi tentang pembentukan dan perubhan sikap juga mengalami pasang surut. Pernah menjadi mode sampai tahun 1950-an, memudar pada dasawarsa berikutnya., dan populer lagi pada akhir 1970-an. Begitu pula study kelompok. Pada tahun 1940-an, ketika dunia dilanda perang, kelompok menjadi pusat perhatian. Setelah perang beralih ke individu, dan bertahan sampai dengan tahun 1970-an. Akhir 1970-an, minat yang tinggi tumbuh kembali pada study kelompok, dan seperti yang diramalkan oleh Steiner (1974) menjadi dominan pada tahun 1980-an. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebgai metode pendidikan yang efektif. Menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan ggasan kreatif, sedangkan para psikiater komunikasi kelompok sebagai wahana untuk memperbaharui kesehatan mental serat para ideolog juga menyaksiakan komunikasi kelompok sebgai sarana untuk meningkatkankesadaran politik ideologis. Minat yang tinggitelah memperkaya pengetahuan kita tentang berbagai jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku kita.
2.3.3 Para Pencetus dan Teori-teori Komunikasi Kelompok
2.3.3.a Sosial Exchange Model (Model Pertukaran Sosial)
Dalam teori pertukaran sosial, interaksi manusia layaknya sebuah transaksi ekonomi : Anda mencoba untuk memaksimalkan manfaat dan memperkecil biaya. Diterapkan pada penetrasi sosial, Anda akan menyingkap informasi tentang diri Anda ketika rasio biaya manfaatnya sesuai bagi Anda.
Menurut Altman dan Taylor, rekan dalam berhubungan tersebut pada saat tertentu, tetapi juga menggunakan informasi yang ada pada mereka juga menggunakan informasiyang ada pada mereka untuk memperkirakan manfaat dan bioaya di masa yang akan datang. Selama manfaat lebih besar dari biayanya, pasangan tersebut akan semakin dekat dengan lebih banyak berbagi dan lebih banyak informasi pribadi.
Menurut Thibaut dan Kelley yang mengemukakan bahwa orang meng evaluasi hubungan dengan orang lain. Model ini memandang hubungan antarpersonal sebagai suatu transaksi dagang, maksudnya adalah orang hubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya.

Asumsi Dasar Sosial Exchange Model
Altman dan Taylor menyatakan ada empat tahap dalam pengembangan sosial dalam proses komunikasi dalam kehidupan manusia, diantaranya :
1. Orientasi
Orientasi terdiri atas komunikasi tidak dengan orang tertentu, dimana seseorang hanya mengungkapkan informasi yang sangat umum. Jika manfaat ini bermanfaat bagi pelaku hubungan, mereka akan bergerak ke tahap selanjutnya, yaitu ketahap pertukaran afektif eksploratif.
2. Pertukaran afektif eksploratif
Gerakan yang menuju sebuah tingkat yang lebih dalam dari pengungkapan yang terjadi.
3. Pertukaran afektif
Pertukaran afektif terpusat pada perasaan mengkritik dan mengevaluasi pada tingkat yang lebih dalam. Thap ini tidak akan dimasuki kecuali mereka menerima manfaat yang besar yang sesuai dengan biaya dalam tahap sebelumnya.
4. Pertukaran yang seimbang
Kedekatan yang tinggi dan memungkinkan mereka untuk saling memperkirakan tindakan dan respons dengan baik.
Menurut Thibaut dan Kelley, asumsi dasar yang mendasari seluruh analisisnya bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalm hubungan social hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan di tinjau dari beberapa segi, antara lain :
1. Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan.
2. Biaya adalah akibat yang dinilai negative yang terjadi dalam suatu hubungan
3. Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya
4. Tingkat perbandingan menunjukan ukuran baku (standar) yang dipaki sebagai criteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
Dengan mempertimbangkan konsekuensinya, khusus terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang akan memutuskan untuk tetap tinggal dalam hubungan tersebut atau meninggalkannya. Ukuran bagi keseimbangan antara ganjaran dan upaya ini disebut comparison levels, dimana di atas ambang ukuran tersebut orangkan merasa puas dengan hubungan.
Roloff (1981) mengemukakan bahwa asumsi tentang perhitungan antara ganjaran dan upaya tidak bahwa orang selalu berusaha untuk saling mengekploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan hubungan yang dapat memberikan hasil yang diinginkan. Hubungan yang ideal akan terjadi bilamana kedua belah pihak dapat saling memberikan cukup keuntungan sehingga berhubungan tersebut menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan kedua belah pihak.
2.3.3.b Fundamental Interpersonal Relations Orientation (FIRO) Theory
Teori Fundamental Interpersonal Relations Orientation (FIRO) Theory ditemukan oleh William C. Schultz. Teori ini ditemukan pada tahun 1960 untuk menggambarkan hal dasar mengenai perilaku komunikasi di suatu kelompok kecil. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memasuki kelompok karena adanya tiga kebutuhan interpersonal, yaitu : inclusion, control, dan affection
Teori ini memiliki kesinambungan dari yang diuraikan oleh Cragan dan Wright bahwa ada dua dimensi interpersonal yang mempengaruhi keefektifan suatu kelompok, yaitu: kebutuhan interpersonal dan proses interpersonal yang meliputi keterbukaan (disclosure), percaya, dan empati. Awal dari teori ini yaitu minat Schutz terhadap pembentukan kelompok-kelompok kerja yang efektif. Pengamatan yang dilakukan Schutz sangat dipengaruhi oleh karya-karya Bion (1949) dan Redl (1942) sehingga tidak mengherankan teori yang diungkapkan oleh Schutz sangat berbau psikoanalisis.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Ide pokok dari FIRO Theory adalah bahwa setiap orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan cara tertentu dan cara ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilakunya dalam hubungan dengan orang lain dalam sebuh kelompok. Asumsi dasar dari teori ini adalah suatu individu terdorong untuk memasuki suatu kelompok karena didasari oleh beberapa hal, yaitu :
1. Inclusion, yaitu keinginan seseorang untuk masuk dalam suatu kelompok. Dalam posisi ini, seseorang cenderung berpikir bagaimana cara mereka berinteraksi dalam lingkungan kelompok yang baru ini, seperti sikap apa yang akan saya ambil jika saya memasuki kelompok ini. Dalam situasi ini, akan ada dua kemungkinan yang akan dilakukan, yaitu bereaksi berlebihan (over-react) seperti mendominasi pembicaraan, dan bereaksi kekurangan (under-react) seperti lebih sering mendengarkan atau hanya ingin membagi sebagian kisah hidup kepada orang-orang yang dipercayai saja.
2. Control, yaitu suatu sikap seseorang untuk mengendalikan atau mengatur orang lain dalam suatu tatanan hierarkis. Dalam posisi ini pembagian kerja seperti sangat dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang produktif. Situasi ini dapat menciptakan beberapa sikap, yaitu otokrat (sikap individu yang memiliki kecenderungan lebih kuat atau mendominasi dari pada anggota kelompok lainnya), dan abdikrat (sikap individu yang menyerah dan cenderung mengikuti apa yang dikatakan oleh individu yang mendominasi).
3. Affection, yaitu suatu keadaan dimana seseorang ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain. Dalam situasi ini, seseorang membutuhkan kasih sayang sebagai suatu pendukung dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sikap seperti ini akan menciptakan overpersonal (suatu keadaan dalam diri individu dimana tidak dapat mengerjakan pekerjaan karena tidak adanya ikatan kasih sayang), dan underpersonal(suatu keadaan dalam diri individu dimana tidak adanya kasih sayang yang diberikan anggota lain tidak berpengaruh terhadap pekerjaannya).
2.3.3.c. Teori Perkembangan Kelompok
Teori Perkembangan Kelompok dikemukakan oleh Bennis dan Shepherd pada tahun 1956. Teori ini merupakan pengembangan atau setidaknya dipengaruhi dari apa yang telah diungkapkan oleh orang-orang sebelumnya, seperti S. Freud, Kurt Lewin (1946), Sullivan (1953), Schutz (1955) dan Carl Rogers. Awal dari teori ini adalah dari ketidak-sengajaan Kurt Lewin pada tahun 1946 yang menemukan dasar-dasar munculnya kelompok sensitivitas. Dilanjutkan pada tahun 1960-an adanya kelompok pertemuan, dan Carl Rogers melihat adanya manfaat dari kelompok pertemuan ini, yaitu pengembangan diri.
Cara ini biasa dilakukan oleh para psikolog untuk melatih pasien menemukan bagaimana dirinya sendiri. Kemudian pada tahun 1970-an, ditemukan pula bahwa kelompok pertemuan ini juga dapat mempercepat suatu kehancuran akibat dari kepemimpinan kelompok yang merusak.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar dari teori ini adalah proses perkembangan kelompok yang terjadi dalam interaksi antara orang-orang yang berada dalam suatu situasi latihan di sebuh kelompok. Teori ini merupakan suatu bagian dari tindak komunikasi kelompok pertemuan. Bennis dan Shepherd meneliti teori perkembangan kelompok ini dari sebuah pengamatan yang dilakukan pada kelompok-kelompok latihan di National Training Laboratory for Group Development di Bethel, Maine, Amerika Serikat. Para peserta kelompok dipilih dari latar belakang yang berbeda mulai dari pendidikan, sosial, dan ekonomi, begitu pula dengan kepribadiannya. Pada awalnya anggota kelompok satu sama lain tidak saling mengenal. Seorang pelatih memberikan tugas-tugas kepada kelompok tersebut dengan prosedur yang telah dibuat. Pertemuan antara anggota kelompok dilakukan beberapa kali dalam satu menggu dan ini dilakukan dalam beberapa minggu. Untuk mencapai tujuan dari tugas-tugas ini, yang mulanya tidak saling mengenal kini mau tidak mau harus saling berkenalan bahkan saling berinteraksi untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan pelatih. Inilah tahapan-tahapan yang dilakukan ketika bergabung dalam suatu kelompok. Ada perkembangan atau proses yang dilewati untuk pencapaian tujuan bersama yang telah disepakati.
Bennis dan Shepherd menyatakan bahwa tidak semua keompok bisa mencapai titik akhir perkembangannya. Tujuan dari pelatihan yang dilakukan dalam sebuah kelompok, antara lain : pada tingkat individual dapat membantu peserta untuk mengembangkan motivasi dalam berinteraksi terhadap orang lain, peningkatan pemahaman terhadap situasi kelompok, peningkatan kendali terhadap komunikasi antar manusia, menambah keragaman perilaku sosial pada setiap peserta latihan; sedangkan pada tingkat kelompok dapat membentuk suatu komunikasi yang valid dimana setiap anggota dapat mengkomunikasikan perasaan, motivasi, keinginannya secara bebas dan tepat.
Tahapan-tahapan perkembangan kelompok yang biasanya dilalui seseorang dalam suatu kelompok, terdiri atas :
1. Tahap Otoritas, yaitu tahap di mana keraguan ketergantungan dapat dicairkan. Tahapan ini terdiri atas tiga subtahap, yaitu : tahap ketergantungan, tahap pemberontakan, dan tahap pencairan.
2. Tahap Pibadi, yaitu tahap di mana dicairkan keraguan saling ketergantungan. Tahapan ini terdiri atas tiga subtahap, yaitu : tahap harmoni, tahap identitas pribadi, dan tahap pencairan masalah.
2.4 KOMUNIKASI MASSA
2.4.1 Definisi Komuniksai Massa
Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagaikependekan dari mass media communication, artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of mass communication. Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Menurut Michael W Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) sesuatu bisa didefinisikan komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan dan mentransmisikan pesan kepada khalayak yang luas dan tersebar.
2. komunikator dalam komunikasi massa mencoba untuk berbagi pengetahuan dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain
3. Pesan yang disampaikan bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang, dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain
4. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya berupa organisasi formal atau berbentuk suatu lembaga
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan yang disampaikan atau disebarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa dan
6. Umpan balik yamg diterima dalam komunikasi massa sifatnya tertunda
Bittner: Mass communication is messages communicated throught a massa medium to a large number of people
Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan dengan mengunakan media massapada sejumlah besar orang.
Joseph R. Dominick: Komunikasi massa adalah suatu proses dimana suatu organisasi yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang besar, heterogen, dan tersebar.
Jalaluddin Rakhmat merangkum: Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction to the study of communication,
Pengertian pertama: komunikasi massa adalah komunikasi yang dijtujukan kepada massa, kepada khlayak yang luar biasa banyaknya. Ini bukan berarti khlayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang ang menonton televisi, setidaknya cakupan khlayak itu besar dan pada umumnya sukar untuk didefinisikan.
Pengertian kedua :Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan visual. Komunikasi barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya, seperti : (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita.)
William R. Rivers dkk komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara:
1. Komunikasi oleh media.
2. Komunikasi untuk massa.
Namun, Komunikasi Massa tidak berarti komunikasi untuk setiap orang. Pasalnya, media cenderung memilih khalayak; demikian pula, khalayak pun memilih-milih media.
Karakteristik Komunikasi Massa menurut William R. Rivers dkk.:
1. Satu arah.
2. Selalu ada proses seleksi –media memilih khalayak.
3. Menjangkau khalayak luas.
4. Membidik sasaran tertentu, segmentasi.
5. Dilakukan oleh institusi sosial (lembaga media/pers); media dan masyarakat saling memberi pengaruh/interaksi.
McQuail menyebut ciri utama komunikasi massa dari segi:
1. Sumber : bukan satu orang, tapi organisasi formal, “sender”-nya seringkali merupakan komunikator profesional.
2. Pesan : beragam, dapat diperkirakan, dan diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak; merupakan produk dan komoditi yang bernilai tukar.
3. Hubungan pengirim-penerima bersifat satu arah, impersonal, bahkan mungkin selali sering bersifat non-moral dan kalkulatif.
4. Penerima merupakan bagian dari khalayak luas.
5. Mencakup kontak secara serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima.
Lengkapnya, Karakteristik Komunikasi Massa menurut para pakar komunikasi :
1. Komunikator Melembaga (Institutionalized Communicator) atau Komunikator Kolektif (Collective Communicator) karena media massa adalah lembaga sosial, bukan orang per orang.
2. Pesan bersifat umum, universal, dan ditujukan kepada orang banyak.
3. Menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan keserentakan (instantaneos) penerimaan oleh massa.
4. Komunikan bersifat anonim dan heterogen, tidak saling kenal dan terdiri dari pribadi-pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang sosial, budaya, agama, usia, dan pendidikan.
5. Berlangsung satu arah (one way traffic communication).
6. Umpan Balik Tertunda (Delayed Feedback) atau Tidak Langsung (Indirect Feedback); respon audience atau pembaca tidak langsung diketahui seperti pada komunikasi antarpribadi.
Ada lima tahap yang berbeda yang membentuk proses komunikasi massa:

1. Sebuah pesan diformulasikan oleh komunikator profesional.
2. Pesan akan dikirim dengan cara yang relatif cepat dan berkelanjutan melalui penggunaan media (biasa dipergunakan cetak, film, atau siaran).
3. Pesan mencapai relatif besar dan beragam (yaitu, massa) penonton, yang hadir ke media dengan cara selektif.
4. Setiap anggota dari penonton menafsirkan pesan sedemikian rupa sehingga mereka mengalami makna yang kurang lebih paralel dengan yang dimaksudkan oleh komunikator professional.
5. Sebagai hasil dari ini mengalami makna, anggota audiens dipengaruhi dalam beberapa cara: yaitu, komunikasi memiliki beberapa efek.

2.4.2 Asumsi Dasar Komunikasi Massa

Asumsi dasar adanya teori ini karena zaman terus berkembang dimana manusia semakin kritis dan perkembangan teknologi tidak bisa dan tidak bolehdihentikan. Informasi semakin mudah diciptakan dan didapatkan karenaperkembangan media massa yang sedemikian pesat. Pesatnya perkembangan teknologi di bidang komunikasi massa mau tak mau akan memberikan banyak efek yang beragam bagi setiap individu yang menerimanya, efek ini dapatmembuat pintar publik namun dapat juga menyebabkan pembodohan terhadap publik. Namun demikian, komunikasi massa tetap menjadi sebuah perwujudan dari perkembangan zaman yang seharusnya dilihat dan dijaga agar tetap selalu berefek positif sesuai dengan fungsi dari komunikasi massa itu sendiri. Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari komunikasi massa, antara lain :
1. Fungsi pengawasan
o Pengawasan peringatan
o Pengawasan instrumental
2. Fungsi interpretasi
3. Fungsi hubungan (linkage)
4. Fungsi sosialisasi
5. Fungsi hiburan

Disamping itu dalil yang mendasari munculnya komunikasi massa, diantaranya :
• Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait; media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki aturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain pihak, institusi media diatur oleh masyarakat.
• Media massa merupakan sumber kekuatan atau alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
• Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional atau internasional.
• Media sering sekali berperan sebgai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembanagan tata-cara, mode , gaya hidup dan norma-norma.
• Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.
2.4.3 Para Pencetus dan Teori-teori Komunikasi Massa
2.4.3.a Teori Kegunaan dan Kepuasan(Uses and Gratifications Theory)
Teori kegunaan dan kepuasan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974 oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif dalam memilih dan menggunakan media massa. Audience atau khalayak memiliki peran yang aktif dalam memilih media dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan khalayak juga selektif dalam memilih media yang tepat dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Teori ini merupakan kebalikan dari teori jarum hipodermik atau teori peluru dimana pada teori tersebut audience atau khalayak dianggap pasif dan media sangat powerful dalam menyuntikkan pesan-pesannya kepada khalayak. Sementara dalam teori ini khalayak yang justru powerful dalam memilih media dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Hal ini memiliki arti bahwa terjadi proses seleksi media yang dilakukan oleh khalayak. Formula yang dirumuskan untuk menjelasakan teori ini adalah probabilitas seleksi akan sama dengan janji imbalan dibagi dengan upaya yang diperlukan. Formula ini menjelaskan bahwa imbalan atau hal yang didapat oleh khalayak dalam memenuhi kebutuhannya dibandingkan dengan upaya yang diperlukan dalam mengakses media tersebut atau manfaat yang akan diperoleh akan menghasilkan kemungkinan dipilihnya media massa tersebut oleh khalayak dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Gratifikasi atau kepuasan yang bersifat umum antara lain pelarian dari rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan informasi dan kontak sosial.
Bahkan sebelumnya karya klasik oleh Herta Herzog (1944) memulai tahap awal penelitian Kegunaan dan Gratifikasi. Dia berusaha membagi alsan-alasan orang melakukan bentuk-bentuk alsan yang berbeda mengenai perilaku media, seperti membaca surat kabar dan membaca radio. Herxog mempelajari mengenai peran dari keinginan dan kebutuhan khalayak, dan ia sering kali diasosiakan sebagai pelopor asli teori Kegunaan dan Gratifikasi (meskipun label ini baru muncul di kemudian hari)
Asumsi Dasar Teori dan Uraian Teori
Menurut Katz, Blumler, Gurevitch, (1974:20) mereka juga merumuskan asumsi-asumsi dasar teori ini, diantaranya :
1. Khalayak dianggap aktif; artinya,sebagian penting dari penggunaan meida massa dirumuskan mempunyai tujuan.
2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya.
4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari dat yang diberikan anggota khalayak; artinya, orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. Penilaian tentang aarti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu oleh khlayak. (Blummler, dan Katz 1974:22).
Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).
Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain.
Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).
Teori kegunaan dan kepuasan juga adalah salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan sering digunakan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?”
Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media persons interactions sebagai berikut :
1. Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi
2. Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan social
3. Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
4. Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).


Teori ini juga membahas mengenai kebutuhan dan biasanya sangat erat kaitannya dengan teori Maslow, yang terdiri atas :
• Physiological Needs
• Safety Needs
• Belonging Needs
• Esteem Needs
• Self-actualization Needs
Uses and Gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam.
2.4.3.b Teori Agenda Setting (Agenda Setting Theory)
Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
1. masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu;
2. konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain;
Salah satu aspek yang paling penting dalam konsep penentuan agenda adalah peran fenomena komunikasi massa, berbagai media massa memiliki penentuan agenda yang potensial berbeda termasuk intervensi dari pemodal
“Pers mungkin tidak berhasil banyak waktu dalam menceritakan orang-orang yang berpikir, tetapi berhasil mengalihkan para pemirsa dalam berpikir tentang apa” Bernard C. Cohen, 1963.
Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada konsep “The World Outside and the Picture in our head”, penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw ketika mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972.
Mereka mengatakan antara lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas social kita, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menonjolkan berita. Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain melalui media, meraka juga belajar sejauhmana pentingnya suatu isu atau topik dari penegasan yang diberikan oleh media massa.
Media massa berfungsi menyusun agenda untuk diskusi, kebutuhan-kebutuhan dan kehidupan orang-orang. penting atau tidaknya diskusi tersebut ditentukan dan diperluas oleh media massa. Menurut teori ini media massa mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan jenis mediannya.
Misalnya, televisi mempunyai agenda settingnya berlaku dalam waktu pendek yang memprioritaskaan pada agenda setting sebagai lampu sorot. Adapun pada surat kabar sangat memperhatikan agenda setting tentang masalah publik, politik, atau masalah-masalah yang sedang aktual di masyarakat.


Mengikuti pendapat Chaffed dan Berger (1997) ada beberapa catatan penting yang perlu dikemukakan untuk memperjelas teori ini:
1. Teori ini mempunyai kekuatan penjelas untuk menerangkan mengapa orang sama-sama menganggap penting suatu isu.
2. Teori ini mempunyai kekuatan memprediksikan sebab memprediksi bahwa jika orang-orang mengekspos pada satu media yang sama, mereka akan merasa isu yang sama tersebut penting.
3. Teori ini dapat dibuktikan salah jika orang-orang tidak mengekspos media yang sama maka mereka tidak akan mempunyai kesamaan bahwa isu media itu penting.
Sementara itu, Stephen W. Littlejhon (1992) pernah mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam tiga bagian sebagai berikut:
o Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda setting media itu terjadi pada waktu pertama kali.
o Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya.
o Agenda pubik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dinggap penting bagi individu.
Dengan demikian, agenda setting ini memprediksikan bahwa agenda media mempengaruhi agenda publik, semantara agenda publik sendiri akhirnya mempengaruhi agenda kebijakan.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, “gatekeepers” seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitkan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu pada televisi dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada suratkabar, frekuensi penayangan, posisi dalam suratkabar, posisi dalam jam tayang). Karena pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh kebanyakan informasi melalui media massa, maka agenda media tentu berkaitan dengan agenda masyarakat (public agenda). Agenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada anggota-anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat (Community Salience).
Model agenda setting menghidupkan kembali model jarum hipodermik, tetapi fokus penelitian telah bergeser dari efek pada sikap dan pendapat kepada efek kesadaran dan efek pengetahuan. Asumsi dasar teori ini, menurut Cohen (1963) adalah : The press is significantly more than a surveyor of information and opinion. It may not be successful much of the time in telling the people what to think, but it stunningly successful in telling leaders what to think about. To tell what to think about. artinya membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dengan teknik pemilihan yang menonjol, media memberikan test case tentang isu apa yang lebih penting. Asumsi agenda setting model ini mempunyai kelebihan karena mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang lebih banyak mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media massa. oleh karena itu agenda setting model menekankan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan tersebut. Dengan kata lain, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat (Elvinaro, dkk, 2007: 76-77).
Dampak media massa, kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu, telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita. Tapi yang jelas Agenda Setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi massa.
2.4.3.c Teori Norma Budaya (Cultural Norms Theory)

Cultural Norms Theory dikemukakan oleh Melvin DeFleur. Dalam teori inimedia massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya padatema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak di mana norma-norma budaya umum mengenai topik yang diberi bobot itu, dibentuk dengancara-cara tertentu.Perilaku individual biasanya dipandu oleh norma-norma budayamengenai suatu hal tertentu, maka media komunikasi secara tidak langsungakan mempengaruhi perilaku.

Asumsi Dasar Teori dan Uraian Teori

Cultural norms theory bahwa norma budaya yang ada di masyarakat berkaitan dengan media komunikasi dan komunikasi massa.
Ada tiga cara di mana media secara potensial mempengaruhi situasi dannorma bagi individu-individu, terdiri atas:
- Pesan komunikasi massa akan memperkuat pola-pola yang sedang berlakudan memadu khalayak untuk percaya bahwa suatu bentuk sosial tertentutengah dibina oleh masyarakat.
- Media komunikasi dapat menciptakan keyakinan baru mengenai hal-hal dimana khalayak sedikit banyak telah memiliki pengalaman.
- Komunikasi massa dapat mengubah norma-norma yang tengah berlaku dankarenanya mengubah khalayak dari suatu bentuk perilaku mejadi bentukperilaku yang lain.

Media massa melalui informasi yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya.Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya dengan cara :
o Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang ada. Ketika suatu budaya telah kehilangan tempat apresiasinya, kemudian media massa memberi lahan atau tempat maka budaya yang pada awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali.
o Media massa telah menciptakan pola baru tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama.
o Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda dengan budaya lama.
Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber utama kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yaitu :
o Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity) serta kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan tujuan-tujuan tertentu
o Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai media massa dengan demikian media massa dapat dipergunakan untuk menjamin ketundukan masyarakat terhadap status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah kemampuan khalayak untuk berpikir kritis.
o Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat membawa khalayaknya pada cita rasa estetis dan standar budaya populer yang rendah.
o Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan jerih payah para pembaharu selama beberapa puluh tahun yang lalu.

2.5 KOMUNIKASI POLITIK

2.5.1 Definisi Komunikasi Politik
Komunikasi Politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru.
Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Menurut Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication, are performed by means of communication.”
Communicatory activity considered political by virtue of its consequences, actual, and potential, that it has for the funcioning of political systems (Fagen, 1966).
Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa - ”penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
Menurut Alfiam (1993) komunikasi politik di ibaratkan sebagai sirkulasi darah dalam tubuh. Bukan darahnya, tetapi apa yang terkandung dalam darah itu yang menjadi sistem politik itu hidup.
Selain Alfiam (1993), banyak para ilmuan yang mendefinisikan komunikasi politik, diantaranya:
Fagen (1966) menyatakan komunikasi politik adalah segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik antara sistem tersebut dengan lingkungannya.
Dahlan (1999) unsur yang esensil dan demokrasi. Batasan dalam demokrasi berpengaruh dan banyak ditentukan oleh komunikasi. Disamping itu komun ikasi juga menentukan watak dan mutu demokrasi pada suatu lingkungan masyarakat.
Bachtiar Aly (2010) menyebut komunikasi politik sebgai proses penyampaian pesan politik dari elite politik kepada masyarakat secara timbal balik agar pesan politik yang disampaikan memperoleh respon yang diharapkan seperti terjadinya proses pengambilan keputusan politik secara demokratis, transparan, tanggung gugat (akuntabilitas). Elite politik dikenal dengan elite yang memegang kekuasaan politik formal negara.
Menurut Suryadi (1993), dalam komunikasi politik terjadi pola hubungan memberidan menerima, yang bagaimana elite politik menggunakan kekuasaannya kepada masyarakat dan bagaimana masyarakat dan bagaimana masyarakat itu menanggapi serta menerima keinginan politik, begitu juga sebaliknya.
Aktivis komunikasi politik:
(a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis.
(b) Pemuka pendapat (opinion leader) –orang yang sering dimintai petunjuk dan informasi oleh masyarakat; meneruskan informasi politik dari media massa kepada masyarakat. Misalnya tokoh informal masyarakat kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya publik.



Proses Komunikasi Politik:
Proses komunikasi politik sama dengan proses komunikasi pada umumnya (komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia) dengan alur dan komponen:
1. Komunikator/Sender – Pengirim pesan
2. Encoding - Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan
3. Message – Pesan
4. Media – Saluran
5. Decoding - Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol
6. Komunikan/Receiver – Penerima pesan
7. Feed Back – Umpan balik, respon.
Tapi dilihat dari sistem komunikasi politik, sumber yang tipikal mungkin adalah seorang calon untuk pilihan bagi suatu jabatan politik , pesan yang disampaika merupakan serangkaian usul politik, salurannya berupa saluran televisi, pendengarnya adalah anggota kelompok pemilih yang kebetulan memperhatika siaran, dan umpan baliknya adalah persetujuan dan tidak kesetujuan terhadap usukl-usulnya.
2.5.2 Asumsi dasar Komunikasi Politik
Adanya pandangan bahwa “komunikasi mencakupi politik”, kiranya dapat dipahami, karena memang politik itu bersifat serbahadir (ubiquitos) dan multimakna. Bahkan, menurut Syukur
Abdullah (1985), kata politik sukar dimengerti dan di hayati secara baik dan malah dapat mengundang perdebatan yang tidak berujung pangkal. Namun, pada umumnya diketahui bahwa politik berasal dari perkataan polis yang berarti negara atau kota di zaman Yunani klasik. Kemudian berkembang dalam berbagai bentuk bahasa (inggris), seperti polity, politics, politica, political, dan policy. Selain itu dikenal juga istilah politios yang berarti kewarganegaraan, yang kemudain berkembang menjadi politer yang bermakna hak-hak warga negara. Sejak zaman Yunani klasik telah dikenal istilah politike techne yang berarti kemahiran politik.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dimengerti jika politik bersifat multimakna, dan para sarjana memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang politik, sehingga politik juga memiliki multidefinisi.
2.5.3 Para Pencetus dan Teori-teori Komunikasi Politik
2.5.3.a Teori Media Kritis
Di luar paradigma komunikasi politik yang diuraikan di media, berkembang juga teori dalam komunikasi politik yang dinamakan teori media kritis yang biasa juga disebut teori komuniaksi kritis. Teori ini berkembang di Eropa, khususnya di Eropa, khususnya di Jerman.
Jürgen Habermas yang lahir pada tahun 1929 adalah pemikir kontemporer yang mencurahkan usahanya untuk menjawab persoalan-persoalan dasar di atas melalui dan berpijak dari suatu tradisi yang disebut Teori Kritis. Teori media kritis yang dipahami sebagai “teori sosial yang dikonsepsikan dengan intensi praktis”, merupakan buah pikiran yang muncul dari refleksi yang luas tentang hakikat pengetahuan, struktur penelitian sosial, dasar normatif interaksi sosial, dan tendensi-tendensi politis, ekonomis, dan sosio-kultural dari jaman ini (McCarthy,1978: 1).
Dikemukakan juga Hollander (1981) bahwa teori media kritis merupakan teori media yang menempatkan konteks kemasyarakatan sebagai titik tolak dalam mempelajari fungsi media massa. Dalam hal itu dapat diketahui bahwa eksistensi media massa dalam berfungsi banyak dipengaruhi oleh politik, ekonomi, kebudayaan, dan sejarah.
Permasalahan yang sentral dalam teori media kritis ialah bukan saja bagaimana media berfungsi, tetapi justru fungsi-fungsi apa yang seharusnya dilakukan oleh media dalam masyarakat. Dengan kata lain kajian tentang peranan media massa dalam mempengaruhi masyarakat tidaklah begitu penting sehingga teori jarum hipodermik atau teori peluru tidak mendapat banyak perhatian dalam teori komunikasi politik.
Bertolak dari aspek kemasyarakatan, para pendukung media kritis seperti Ardono memandangbahwa media massa sebagai produsen utama dari kebudayaan massa. Dalam hal itu media massa berusaha menentukan apa saja yang termasuk dalam kebudayaan itu untuk di konsumsi bagi setiap individu. Hal itulah yang kemudian berkembang menjadi suatu pandangan media massa merupakan industri kebudayaan yang dilahirkan dalam “budaya industri”.
Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas menggunakan istilah masyarakat yang dinamakan “satu dimensi” untuk menunjukkan masyarakat yang lahir dari dukungan “budaya industri”. Aliran Frankfurt memberikan penekanan kepada masalah media sebagai suatu mekanisme ampuh yang memiliki kemampuan dalam mengarahkan perubahan. Para ahli teori media kritis dan para penganut Aliran Frankfurt dapat disebut melakukan upaya yang mengkombinasikan pandangan serba media dengan pandangan serba masyarakat, karena pandangan mereka mengenai kekuasaan media tidak terlepas dari pengaruh masyarakat sehingga tatanan yang berlaku tidak perlu diubah (McQuail, 1999:65).
Para penganut teori komunikasi kritis sama sekali tidak lagi memberikan tekanan efek komunikasi massa terhadap khalayak, melainkan memusatkan perhatian pada pengertian kontrol terhadap sistem komunikasi. Pertanyaan sentral para pengikut aliran inilah, “ Siapa yang mengontrol komunikasi massa?”. Hal itu diusahakan dengan menaruh minat pada penguasaan dan pemilikan serta ontrol media massa.
Mempelajari komunikasi massa dalam konteks kemasyarakatan, akhirnya kita tiba pada kesimpulan Siebert (1986:1), bahwa pers Siebert mengartikan pers sama dengan media massa), selalu mengambil bentuk dan warna struktur-struktur sosial politik di amna ia berprestasi.
Teori media kritis bertolak belakang dengan teori media massa yang lain, seperti teori perseptual dan teori fungsional, yang justru kedua teori tersebut memberi tekanan kepada akibat apa yang dilakukan oleh media terhadap orang. Namunteori fungsional kemudian mengalami media pergeseran, yaitu memusatkan kajiannya kepada pertanyaan tentang apa yang diperoleh khalayak dari media massa, dan mengapa hal itu dapat diperoleh.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Media massa merupakan produk yang dipengaruhi oleh politik, ekonomi, kebudayaan, dan sejarah. Fokus kajian dari teori media kritis adalah fungsi-fungsi apa yang harus dilakukan oleh media massa di dalam masyarakat. Tekanannya bukan kepada efek komunikasi kepada khalayak, tetapi lebih memusatkan perhatian kepada siapa yang mengontrol atau mengendalikan komunikasi massa atau media massa.
2.5.3.b Teori permainan dan parasosial
Dalam komunikasi politik dikenal juga Teori Permainan, karena politik dari perspektif publik disebutnya, “permainan”. Banyak juga penulis yang menerjemahkan bahwa komunikasi dialogis atau tatap muka dapat dinamakan dengan “permainan”. Dalam dialog selalu muncul permainan wajah atau permainan tangan, sebagai refleksi dari uapaya peserta komunikasi dalam menetapkan identifikasi masing-masing dengan cara-cara yang dihargai.
Teori permainan dikembangkan oleh William Stepherson yang menjelaskan bahwa mengikuti pesan melalui media hanyalah demi kesenangan “ Teori Kesenangan” diturunkan oleh gagasan “Kesenangan berkomunikasi”,kegembiraanyang diperoleh orang dari mengobrol tanpa mengaharapkan sesuatu, hiburan menonton televisi tanpa tujuan atau kepuasan dalam menonton film. Sebaliknya, teori informasi menurut Stepherson tidak lain dari derita berkomunikasi, misalnya berkomunikasi agar lebih berpengetahuan, dan berpendidikan untuk memecahkan masalah (Nimmo 1999:174).
Menurut Robert Gibbons dalam bukunya “Game Theory”, game theory dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan-keputusan bisnis dalam pasar yang penuh persaingan, teori makroekonomi untuk kebijakan ekonomi, ekonomi lingkungan dan sumberdaya, teori perdagangan luar negeri, ekonomi informasi, dan lain-lain. (Gibbons 1992: 61-64).
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
“Teori permainan” sangat berkaitan dengan komunikasi politik karena menurut Stepherson bahwa politik itu tidak lain dari permainan. Dengan kata lain, politik adalah permainan, membangun citra dan menggairahkan pikiran, yang bukan saja dapat menyenangkan, tetapi juga dapat membuat kejutan. Menurut Edelman, sebagian besar dari komunikasi politik adlah estetika, terutama komunikasi politik massa (retorika, musik, lagu, dan film).
2.5.3.c Teori Lingkar Kebisuan
Salah satu teori yang berkaitan dengan komunikasi politik terutama dalam opini publik, adalah “teori lingkar kebisuan” (the spiral of science theory) yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Elizabeth Noelle Neuman (1973) dari jerman. Dalam teori ini dijelaskan bahwa lingkar “kebisuan” dapat merupakan mayoritas khalayak (public majority) yang “membisu” atau berdiam meskipun misalnya setuju dan memberi dukungan terhadap suatu kebijakan publik, namun dapat dikalahkan oleh kelompok minoritas (public minority) yang anti terhadap kebijakan itu, tetapi selalu diterapkan oleh media massa. Hal itu mendorong lahirnya rasa takut pada individu-individu melakukan komunikasi politik dengan menyatakan pendapat yang berbeda dengan opini yang ditonjolkan oleh media massa.
Telah diperlukan di muka bahwa individu-individu khalayak memiliki kesadaran dalam menyaring semua pesan yang merangsangnya “filter konseptual” itu melahirkan daya seleksi, daya tingkat dan daya serap bagi individu. Selesai, daya tangkal dan daya serap khalayak terhadap pesan terutama pesan politik, ternyata dipengaruhi juga oleh rasa takut individu akan terjadinya pengasingan dirinya dalam lingkunagan sosialnya. Rasa takut individu akan pengasingan itu buka saja merupakan keinginan untuk berada pada pihak yang menang, tetapi juga merupakan sebuah usaha untuk menghindari isolasi dari kelompok sosial atau kelompok politik.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Pada dasarnya teori ini menjelaskan bahwa inidvidu dalam masyarakat pada umumnya takut tidak mau terisolasi dari lingkungan sosialnya karena memang masyarakat memiliki kecenderunagn mengasingkan orang-orang yang berperilaku menyimpang dari perilaku mayoritas.
“Lingkar kebisuan” dapat merupakan mayoritas khalayak (public majority) yang “membisu” atau berdiam meskipun misalnya setuju dan memberi dukungan terhadap suatu kebijakan publik, namun dapat dikalahkan oleh kelompok minoritas (public minority) yang anti terhadap kebijakan itu, tetapi selalu ditonjolkan oleh media massa. Hal ini mendorong lahirnya rasa takut pada individu-individu menyatakan pendapat yang berbeda dengan yang ditonjolkan oleh media massa.
“Teori lingkar kebisuan” dari Noelle-Neumann (1973) itu, menunjukan bahwa komunikasi politik antarpersona dan media massa berjalan bersama dalam pembentukan opini publik sebagai salah satu tujuan penting komunikasi politik. Munculnya opini publik merupakan proses inter aktif dari berbagai kekuatan pengaruh yhang berlangsung pada khalayak. Selain pengaruh media massa juga terdapat pengaruh kelompok, yang terdiri dari, kondisi fisik dan psikologis individu, lingkup sosial budaya, politik, ekonomi, serta persepsi individu terhadap masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum, terutama yang berkaitan dengan politik.
2.6 KOMUNIKASI ORGANISASI

2.6.1 Definisi Komunikasi Organisasi
Istilah “organisasi” dalam bahasa Indonesia merupakan adopsi dari kata “organization” dari bahasa Latin yang berasal dari kata kerja bahasa Latin “organizare” yang artinya to form as or into a whole consisting of interdependent or coordinated parts.
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Menurut pendapat (Rogers dan rogers, dalam Henneman dan McEwen, 1975, hlm. 218). Organisasi didefinisikan “ suatau kumpulan atau suatu sistem individu yang bersama-sama, melalui hirarki pangkat dan pembagian kerja, berusaha untuk mencapai tujuan tertentu” .
ada beberapa hal terpenting dalam komunikasi organisasi yang sesuai dengan definisi diatas:
Dapat dikatakan bahwa organisasi merupakan suatu paduan dari bagian-bagian yang satu sama lain saling bergantung. Dalam komunikasi organisasi akan erat kaitannya dengan suatu kekuasaan, arus pesan, dan perilaku karena melibatkan jumlah orang yang tidak sedikit dalam setiap organisasinya.
Menurut Gold Haber, Komunikasi organisasi adalah arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantungan satu sama lain. Arus pesan yang digunakan bersifat, yaitu :
1. Vertikal
2. Horizontal, dan
3. Diagonal.
Secara fungsional, komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Komunikasi organisasi dapat terjadi kapanpun, setidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi akan menafsirkan suatu pertunjukkan. Sedangkan secara tradisional, komunikasi organisasi cenderung dianggap menekankan kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu “batas organisasional (organizational boundary)”. Dalam hal ini komunikasi organisasi dipandang dari suatu perspektif interpretif (subjektif) adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi.
Komunikasi organisasi erat kaitannya dengan kekuasaan. Maka dari itu French dan Reven membagi lima tipe kekuasaan, antara lain :
A. Reward Power, memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.
B. Coercive Power, lebih memusatkan pandangan pada kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.
C. Referent Power, didasarkan pada suatu hubungan kesukaan dalam arti seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya.
D. Expert Power, memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian, dan informasi lebih banyak dalam suatu persoalan.
E. LegitimatePower, bersandar pada struktur suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai kultural.
Conrad (1985) mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi didalam sebuah organisasi. Fungsi-fungsi tersebut adalah :
1. Fungsi Perintah

Komunikasi memperbolehkan anggoa organisasi “ Membicarakan, menerima, menafsirkan, dan bertindak atas suatu perintah”. Dua jenis komunikasi yang mendukung pelaksanaan tugas ini adalah pengarahan dan umpan balik dari kiomunikan, dan tujuannya adalah adalah berhasil mempengaruhi anggota laindalam organisasi. Hasil fungsi perintah adlah koordinasi di antara sejumlahb anggota yang saling bergantung dalam organisasi tersebut.
2. Fungsi Relasional

Komunikasi memperbolehkan anggota organisasi “ menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif dan hubungan personal dengan anggota organisasi lain”. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kinerja pekerjaan (job peformance) dalam berbagai cara, misalnya, kepuasana kerja, aliran komunikasi kebawah maupun ke atas dalam hirarki organisasional dan tingkat pelaksanaan perintah.
3. Fungsi Manajemen ambigu

Pilihan dalam situasi organisasi sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Misalnya, motivasi berganda telah muncul karena pilihan yang diambil akanmempengaruhi rekan kerja dan organisasi, demikian juga diri sendiri: tujuan organisasi tidak jelas, dan konteks yang mengharuskan adanya pilihan tersebut mungkin tidak jelas.
Faktor lain yang ditemukan oelh Dennis (1975) dengan kategori-kategori tradisional untuk menganalisis komunikasi organisasi, diantaranya :
a. Komunikasi Ke Bawah

Komunikasi ini diprakarsai oleh manajemen organisasi tingkat dan kemudian ke bawah melewati “rantai perintah”. Banyak penelitian mengenai keefektifan berbagai bentuk komunikasi ke bawah menunjukan bahwa menggunakan saluran kombinasi cenderung memberikan hasil yang terbaik. Penelitian yang dilakukan oleh Dahle (1954) menemukan bahwa uruan saluran menurut tingkat keefektifannya (dari yang efektifitasnya paling tinggi hingga yang paling rendah) diantaranya sebgai berikut :
1. Kombinasi tulisan
2. Lisan saja
3. Tulisan saja
4. Papan pengumuman
5. Selentingan
Dengan kata lain, untuk menyampaikan informasi kepada para pegawai dengan tepat, kombinasi saluran tulisan dan memberi hasil terbaik.
b. Komunikasi ke atas.
Komunikasi dari bawahan ke atasan. Komunikasi tipe ini umumnya bertujuan untuk melakukan kegiatan prosedural yang sudah merupakan bagian dari struktur organisasi atau perusahaan. Bentuknya antara lain dalam pelaporan kegiatan, penyampaian gagasan, dan penyampaian informasi yang menyangkut masalah-masalah pekerjaan. Bisa dilakukan secara langsung dan tak langsung atau secara tertulis. Dalam organisasi pembelajaran, model komunikasi seperti ini sudah biasa dilakukan. Kepada semua karyawan didorong untuk tidak segan-segan menyampaikan hal apapun kepada atasan sejauh dalam kerangka pengembangan perusahaan.
2.6.2 Asumsi Dasar Komunikasi Organisasi
Sosiolog Amitai Etzioni menyatakan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat organisasi. Kita dilahirkan dalam sebuah organisasi dan dididik dalam suatu organisasi serta sebagian besar dari kita menghabiskan mayoritas hidupnya dengan bekerja untuk organisasi. Komunikasi organisasi akan selalu dibutuhkan pada era sekarang ini. Alasannya karena kini, makin banyak lembaga baik di bidang bisnis ataupun industri,
organisasi-organisasi sosial, ataupun institusi pendidikan yang harus mengetahui bagaimana prinsip mengenai komunikasi yang baik dalam suatu organisasi untuk suatu pencapaian bersama. Dalam komunikasi organisasi berkaitan erat dengan arus komunikasi.
Ada tiga pendekatan untuk melihat komunikasi yang terjadi di dalam organisasi, yaitu :
1. Pendekatan Makro :
Pendekatan makro melihat organisasi sebagai suatu struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Organisasi melakukan aktivitas-aktivitasnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Pendekatan Mikro :
Pendekatan ini terutama menfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan sub-unit pada suatu organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat ini adalah komunikasi antara anggota kelompok
3. Pendekatan Individual :
Pendekatan Individual menitik beratkan pada tingkah laku komunikasi individual dalam organisasi. Semua tugas-tugas yang telah diuraikan pada dua pendekatan sebelumnya diselesaikan oleh komunikasi individual satu sama lainnya.
2.6.3 Para Pencetus dan Teori-teori Komunikasi Organisasi
2.6.3.a Teori Komunikasi Kewenangan
Teori Komunikasi Kewenangan dikemukakan oleh Chester Barnard, seorang presiden dari Bell Telephone Company di New Jersey, Amerika Serikat. Barnard mengungkapkan sebuah tesis yang menyatakan bahwa sebuah organisasi hanya dapat berlangsung dengan adanya suatu kerja sama antarmanusia. Kerja sama dijadikan sebuah sarana di mana kemampuan individu dapat dikombinasikan untuk mencapai tujuan bersama. Sejarah dari adanya teori komunkasi kewenangan bermula dari Perrow (1938) yang merasa prihatin mengenai implikasi teori klasik mengenai organisasi dan doktrin ilmiah manajemen, di mana birokrasi dianggap sebagai suatu hal kotor. Namun, sejak Barnard (1973) mampublikasikan The Functions Of The Executive, sejak inilah mulai muncul pemikiran baru tentang birokrasi. Bernard menyatakan bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Suatu struktur yang mekanis yang jelas dan baik tidaklah cukup.
Definisi Barnard mengenai organisasi formal menitikberatkan konsep sistem dan konsep orang. Tekanannya pada aspek-aspek kooperatif organisasi mencerminkan pentingnya unsur manusia. Barnard menyatakan bahwa eksistensi suatu organisasi bergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan kemauan untuk bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama pula. Maka ia menyimpulkan bahwa “Fungsi pertama seorang eksekutif adalah mengembangkan dan memelihara suatu sistem komunikasi.”
Bernand juga menyatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ia menyebutkan empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu pesan yang bersifat otoritatif:

1. Orang tersebut memahami pesan yang dimaksud
2. Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.
3. Orang tersebut percaya, pada saat ia memutuskan kerja sama, bahwa pesan tersebut sesuai dengan minatnya.
4. Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan.

Seperangkat premis ini menjadi terkenal sebagai Teori Penerimaan Kewenangan, yakni kewenangan yang berasal dari tingkat atas organisasi sebenarnya merupakan kewenangan nominal. Namun, Barnard menunjukan bahwa banyak pesan yang tidak dapat dianalisis, dinilai dan diteima, atau ditolak dengan sengaja. Tetapi kebanyakan arahan, perintah dan pesan persuasive termasuk ke dalam zona acuh-tak-acuh (zone of indifference) seseorang.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar dari adanya teori ini yaitu bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Dari definisi organisasi yang diungkapkan oleh Barnard inilah, suatu sistem kegiatan dua orang atau lebih yang dilakukan secara sadar dan terkoordinasi menitikberatkan pada konsep sistem dan konsep orang. Barnard juga menyatakan bahwa eksistensi yang dimiliki suatu organisasi tergantung pada kemampuan anggota-anggota yang terlibat untuk berkomunikasi dan berkemauan untuk bekerja samauntuk mencapai suatu tujuan bersama. Adapula kewenangan sebagai suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Ada empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima pesan yang otoritatif, yaitu :
1. Harus memahami pesan yang dimaksud.
2. Memastikan dan percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi.
3. Memastikan bahwa ketika ia memutuskan untuk bekerja sama, pesan tersebut telah sesuai dengan minatnya.
4. Memiliki kemampuan fisik dan mental untuk menjalankan pesan.
Barnard membagi teori komunikasi kewenangan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Penerimaan suatu kewenangan dan penolakan suatu kewenangan, dengan menerima suatu kewenangan berupa pesan maka ia menduduki posisi bawahan.
2. Penolakan suatu kewenangan dengan penolakan suatu kewenangan berupa pesan diartikan bahwa orang tersebut khawatir akan resiko yang akan diterimanya.
Barnard juga menyatakan bahwa teknik-teknik komunikasi baik berupa lisan ataupun tulisan sangat penting untuk pencapaian tujuan namun juga dapat menjadi sumber masalah dalam suatu organisasi.
2.6.3.b Teori Fusi
Teori Fusi dikemukakan oleh Bakke dan Argyris (1950). Adanya teori ini di dasarkan atas suatu ketidakpuasan terhadap teori-teori sebelumnya, seperti teori birokrasi. Teori ini ingin menunjukkan bahwa jika seseorang ada dalam suatu organisasi belum tentu orang tersebut nyaman dan sesuai dengan falsafah yang ada di organisasi tersebut. Maka dari itu teori mengungkapkan bahwa tidak selamanya orang yang ada dalam organisasi akan memiliki suatu kesamaan tujuan.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar adanya teori ini adalah kesadaran akan adanya banyak masalah pada proses memuaskan minat manusia yang berlainan di mana akan ada tuntutan penting struktur birokrasi. Saat inilah Bakke menyarankan adanya suatu preses fusi.
Hal ini berkaitan bahwa organisasi pada suatu posisi tertentu akan memiliki pengaruh terhadap individu, dan pada saat yang sama pula individu dapat mempengaruhi suatu organisasi.
Argyris menambahkan pernyataan Bakke tersebut, ia menyatakan bahwa ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang dengan persyaratan formal organisasi, maksudnya yaitu adanya kemungkinan seorang pegawai memiliki tujua yang berbeda dengan tujuan yang diinginkan organisasi.
2.6.3.c Teori Lapangan Tentang Kekuasaan
Teori ini dikembangkan oleh Cartwright dari pernyataan Kurt Lewin (1951) yang mendefinisikan kekuasaan sebagai bentuk kekuasaan A atas B yang artinya X berubah menjadi Y yang dalam prosesnya akan ada paksaan untuk mengikuti A. Cartwright kemudian mereformulasikan definisi kekuasaan sebagai kekuasaan A atas B dalam rangka mengubah X menjadi Y pada waktu tertentu sama dengan kekuatan maksimum.


Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar dari teori lapangan tentang kekuasaan ini, yaitu bahwa dalam suatu organisasi akan ada yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam perjalanan komunikasi organisasinya antara yang berkuasa dan yang dikuasai bisa jadi dapat bekerja sama untuk pencapaian suatu tujuan namun bisa juga terjadi perpecahan yang akan menyebabkan suatu organisasi tidak dapat mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Dalam teori ini, Cartwright juga membedakan antara kekuasaan dan kontrol. Dalam teori ini juga, Cartwright memberikan tujuh istilah primitif untuk penjabaran dari definisinya mengenai kekuasaan, yaitu :
1. Pelaku (agent) : Suatu satuan yang dapat menghasilkan pengaruh atau menderita akibat apa yang sedang dikerjakannya.
2. Tindakan pelaku (act of agent) : Peristiwa yang menimbulkan suatu pengaruh (efek).
3. Lokus (locus) : Suatu tempat dalam tata ruang.
4. Hubungan langsung (direct joining) : Merupakan suatu kemungkinan perpindahan langsung dari satu lokus ke lokus lain.
5. Dasar motif (motive base) : Energi bawaan yang menggerakkan tingkah laku untuk kebutuhan, dorongan, dan motif.
6. Besaran (magnitude) : Merupakan ukuran dari konsep-konsep yang berupa tanda plus (+) atau minus (-).
7. Waktu (time) : Menunjukkan berapa lama berlangsungnya suatu peristiwa.
2.7 KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
2.7.1 Definisi Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Kemampuan lintas budaya terdiri atas tiga komponen, diantaranya :
a. Komponen pengetahuan (knowledge)
Definisi dari pengetahuan adalah pemahaman akan pentingnya identitas etnik/kebudayaan dan kemampuan melihat apa yang penting bagi orang lain. Artinya, mengetahui tentang suatu identitas kebudayaan dan mampu melihat segala perbedaan, misalnya, antara ah;li identitas kolektif dan ahli identitas individu.
b. Komponen kesadaran (mindfulness)
Kesadaran secara sederhana berarti secara biasa dan teliti untuk menyadari. Hal ini berarti kesiapan berganti ke perspektif baru.
c. Komponen kemampuan (skill)
Kemampuan mengacu kepada kemampuan untuk menegosiasi identitas melalui observasi yang teliti, menyimak, empati, kepekaan non-verbal, kesopanan, penyusunan ulang, dan kolaborasi. Anda tahu jika anda memperoleh negosiasi identitas yang efektif jika kedua pihak merasa dipahami, dihormati, dan dihargai.
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan.
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.
3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita.
4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.
2.7.2 Asumsi Dasar Komunikasi Antar Budaya

Didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994:19).
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003:13). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.
Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu:
a. Jarak kekuasaan (power distance)
b. Maskulinitas.
c. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).
d. Individualisme.
2.7.3 Para Pencetus dan Teori-teori Komunikasi Budaya
Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teori pengelolaan kecemasan/ketidakpastian (AnXiety/Uncertainty Management), teori negoisasi rupa (Face-Negotiation), dan teori kode berbicara (Speech Codes).
2.7.3.a Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Perbedaannya dapat dijelaskan dengan apakah seseorang merupakan anggota dari sebuah kebudayaan dengan konteks yang tinggi atau kebudayaan dengan konteks yang rendah[6]. Kebudayaan dengan konteks yang tinggi sangat mengandalkan keseluruhan situasi untuk menafsirkan kejadian-kejadian dan kebudayaan dengan konteks rendah lebih mengandalkan pada isi verbal yang jelas dari pesan-pesan. Para anggota kebudayaan dengan konteks yang tinggi, seperti orang-orang Jepang, mengandalkan isyarat non-verbal dan informasi tentang latar belakang seseorang untuk mengurangi ketidakpastian, tetapi para anggota dari kebudayaan dengan konteks rendah seperti orang-orang inggris menanyakan pertanyaan langsung berhubungan dengan pengalaman, sikap dan keyakinan.
William Gudykunst menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
Di tahun-tahun terakhir, Gudykunst telah memperluas teori ini secara mendalam, bahwa teori tersebut sekarang telah mencakup sekitar 50 dalil yang berhubungan dengan konsep diri, motivasi, reaksi, terhadap orang yang baru, penggolongan sosial, proses-proses situasional, hubungan dengan orang-orang baru, dan beberapa hal lain yang berhubungan dengan kecemasan dan keefektifan.[7] Jelasnya, kecemasan dan ketidakpastian berhubungan dengan seluruh sifat-sifat komunikasi, prilaku, dan pola-pola, serta kombinasi ini mempengaruhi apa yang kita lakukan dalam percakapan dengan orang-orang yang tidak kita kenal.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
c. Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.
d. Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e. Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
f. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.
Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.
2.7.3.b Teori Negosiasi Rupa (Face Negotiation Theory).
Dikembangkan oleh Stella Ting-Toomey dan koleganya, teori negoisasi rupa memberikan sebuah dasar untuk memperkirakan bagaimana manusia akan menyelesaikan karya rupa dalam kebudayaan yang berbeda.Jadi, ini adalah perluasan alami dari teori-teori tentang argumentasi. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Budaya memiliki dampak signifikan terhadap bagaimana orang berkomunikasi dan mengelola konflik satu sama lain secara individu, dan antar kelompok. Budaya memberikan kerangka acuan untuk interaksi individu dan kelompok karena terdiri dari nilai, norma, kepercayaan, dan tradisi yang memainkan peranan besar dalam bagaimana seseorang atau kelompok mengidentifikasi diri. Dr Ting-Toomey menyatakan bahwa konflik dapat berasal baik dari benturan langsung dari kepercayaan budaya dan nilai-nilai, atau sebagai akibat dari misapplying harapan tertentu dan standar perilaku untuk suatu situasi tertentu. Face-Negosiasi Teori mengidentifikasi tiga masalah tujuan bahwa konflik akan berkisar:. Konten, relasional, dan identitas.
Konten tujuan konflik adalah isu-isu eksternal yang individu memegang dalam hal tinggi. Tujuan konflik relasional, seperti namanya, lihat bagaimana individu mendefinisikan, atau idealnya akan mendefinisikan hubungan mereka dengan anggota lain dalam situasi konflik. Akhirnya, identitas gol berbasis melibatkan masalah konfirmasi identitas, rasa hormat, dan persetujuan dari anggota konflik. Tujuan ini memiliki koneksi terdalam dengan budaya dan mereka yang paling langsung berhubungan dengan menyelamatkan muka isu.
Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.
Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising, dominating, dan integrating bertukar-tukar menurut campuran perhatian mereka untuk self-face dan other -face.
2.7.3.c Teori kode berbicara (Speech Codes Theory)
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati) dan moralitas dari perilaku komunikasi.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Teori kode berbicara mengacu pada kerangka kerja untuk komunikasi dalam masyarakat tutur tertentu. Sebagai disiplin akademis, ini mengeksplorasi cara di mana kelompok berkomunikasi berdasarkan sosial, jenis kelamin budaya, pekerjaan atau faktor lainnya. Sebuah kode berbicara juga dapat didefinisikan sebagai "sistem konstruksi sosial historis berlaku istilah, makna, tempat, dan aturan, tentang perilaku komunikatif."

Definisi dasar dari kode berbicara sosiolog Basil Bernstein adalah, "sebuah prinsip coding adalah aturan yang mengatur apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya dalam konteks tertentu" (Miller, 2005).

Menurut profesor komunikasi dan penulis Katherine Miller (2005), teori kode berbicara memiliki latar belakang dalam antropologi, linguistik dan komunikasi. Pengaruh penting lainnyaadalah karyaantropolog danahli bahasa DelHymes (Miller, 2005). Fokusnya adalah pada praktek pidato lokal dalam situasi budaya dansosial.
Dell Hymes menemukan model berbicara yang akan membantu dalam kode berbicara di komunitas tertentu (sebagaimana dilaporkanoleh Miller), diatantaranya:
• Situasi(pengaturanatau adegan)
• Peserta(analisiskepribadiandan posisisosial atauhubungan)
• Ends(tujuandan hasil)
• Kisah Para Rasul(pesanbentuk, isi, dll)
• Kunci (nada atau mode)
• Sarana(saluran atau modalitasdigunakan)
• Norma(kerangka kerja untuk memproduksi dan pengolahanpesan)
• Genre(jenisinteraksi)
2.8 SEMIOTIKA KOMUNIKASI

2.8.1 Definisi Semiotika Komunikasi
Semiotika merupakan ilmu tentang penandaan Science of signification; bersumber dari F. De Saussere (Swiss-French, 1857-1913) dan C.S. Peirce (Anglo-American, 1839-1914). Dan ada banyak peniliti lain yang mendalami tentang semiotika komunikasi seperti Noam Chomsky, Umberto Eco, R. Barthes, dan Jean Baudrillard.
Berikut ini para ilmuan yang mendefinisikan Semiotika;
Ferdinand de saussure dalam Course in General Linguistics mendefinisikan semiotika sebagai :
”ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi tanda-tanda dalam penggunaannya didalam masyarakat”
Umberto Eko (1932) mendefinisikan semiotika sebagai:
”sebuah disiplin ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie)”
Louis Hjelmslev, seorang penganut saussurean berpandangan bahwa:
”sebuah tanda tidak tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi”
Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.”
Rouland Barthes, juga pengikut saussurean berpendapat bahwa :
”sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu”.
Roland Barthes pernah berkata: ”Apa yang tidak kita katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya”. Pernyataan itu mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia.
Susanne K. Langer:”Kebutuhan dasar ini, yang memang hanya ada pada manusia, adalah kebutuhan akan simbolisasi. Fungsi pembentukan simbol ini adalah satu diantara kegiatan-kegiatan dasar manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Ini adalah proses fundamental dari pikiran dan berlangsung setiap waktu”.
Alfred Korzybski: ”prestasi-prestasi manusia bergantung pada penggunaan simbol-simbol”
Secara umum semiotika didefinisikan sebagai teori tentang produksi dan penafsiran terhadap makna. Dia merupakan prinsip dasasar yang menerangkan bahwa makna yang dibuat melalui penyebaran tindakan dan objek yang berfungsi sebagai “tanda” dalam hubungan dengan tanda-tanda lain. Sistem dari tanda-tanda ini dilembagakan oleh para pembuat dan penerima tanda, terutama hubungan kontras atau hubungan antara superordination dan subordination (misalnya, antara kelas dan anggota, antaraseluruh dan bagian).
• Ferdinand de Saussure
Sumbangan besar dalam pengkajian tanda bermula pada abad ke-19. Ferdinand de Saussure (1857-1913) lahir dalam keluarga terpelajar, berbangsa Switzerland hidup sezaman dengan Peirce. Memperkenalkan teori semiologi berdasarkan teori linguistik umum dan percaya bahawa bahasa ialah sistem tanda.
Memperkenalkan sistem diadik (dyadic), yaitu tanda terdiri dari lambang (signifier) dan makna (signified). Sausure menyadari bahwa bahasa bukanlah satu-satunya tanda, ada banyak tanda lain. Akhirnya dikembangkan pengertiannya menjadi ilmu pengetahuan yang meneliti perbagai sistem tanda. Muncul semiologi yang tidak terbatas pada bahasa dan sastra, termasuk juga seni lukisan, antropologi budaya, falsafah dan psikologi sosial.
Dikembangkan di Eropa oleh Roland Barthes (1964), Ganette, Todorov, Jacques Derida (1968) dan Julia Kristeva (1971), Claude Levi Strauss, Christian Metz, Jean Baudrillard, Andre Martinet, Jeanne Martinet, Georges Mounin, Louis Hjelmslev, Luis Prieto dan Eric Buyssens.
• Charles Sanders Peirce
Peirce (1839-1914) berbangsa USA dalam keluarga akademik dan lepasan Universiti Harvard. Memperkenalkan istilah semiotik dengn merujuk doktrin formal tentang tanda-tanda. Memperkenalkan hubungan segitiga triadik (triadic) yaitu tanda dipilih (representamen), makna tanda (interpretant) dan objek (object).
Pada tahap tanda ada tiga jenis, yaitu tanda kualiti (qualisign), tanda individu (sinsign) dan tanda konvensional (legisign). Pada tahap objek, ada tiga jenis tanda yaitu ikon, indeks dan simbol. Pada tahap makna tanda, ada tiga jenis yaitu tanda berkemungkinan (rhyme), tanda wujud (disisign) dan tanda benar (argument).
Dikembangkan oleh ahli falsafah Amerika seperti I.A. Richards, Thomas Sebeok, John Dewey, William James, Charles Morris, J.L. Austin, C.K. Odgen dan J.R.Searle
Umberto Eco (1932) tokoh berpengaruh dari Itali hampir menenggelamkan kaedah Peirce. Cuba mengelak konsep Saussure dan Peirce dengan memperkenalkan apa-apa yang dikenali sebagai lambang itu sebenarnya tiada. Lambang yang difahami selama ini ialah subtance – effect akibat daripada pertemuan dua sistem yang berlainan (Eco 1984).
Pokok studi pembelajaran semiotika/semiologi ini adalah tanda. Tanda itu sendiri memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap makna atau artinya. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain, artinya bisa menggantikan, mewakili, dan menyajikan. Tanda dan hubungan-hubungannya adalah kunci dari analisis semiotik. Dimana relasi tersebut memunculkan makna.
Ada dua tradisi utama semiotik Eropa: F. De Saussure, semiologi; dan C.S. Pierce, semiotika:
1. Pendekatan Saussure merupakan generasi formal, structuralist linguistik;
2. Peirce merupakan perluasan penalaran dan logika di dalam ilmu pengetahuan alam. Tradisi ini yaitu:
• Semiotik umum yang cenderung bersifat formal yang meringkas tanda-tanda dalam konteks pemanfaatannya.
• Semiotik sosial yang cenderung memperhatikan proses pemberian makna, di sini”semiosis” ternyata sangat mendasasr dari sistem yang menghubungkan antara tanda dan makna yang mempertimbangkan sumber daya yang dibangun dalam perbuatan makna tersebut.
• Semiotik multimedia, berdasasrkan prinsip bahwa segala sesuatu membuat makna, artinya bahwa ada proses pembuatan makna sehingga ada pula yang menanggkap makna
Istilah semiotik digunakan di Amerika, dikembangkan oleh Charles Sanders Pierce. mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Memperkenalkan hubungan segi tiga triadik (triadic) yaitu tanda (representamen), makna tanda (interpretant) dan objek (object);
1. Tanda
• Tanda kualiti (qualisign): Kualitas yang ada pada tanda.
• Tanda individu (sinsign): Eksistensi aktual benda/peristiwa yang ada pada tanda.
• Tanda konvensional (legisign): Norma yang terkandung dalam makna.
2. Objek
• Ikon: tanda yang mengandung kemiripan ”rupa”(resemblance), sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Contoh: foto dan rambu-rambu lalu lintas.
• Indeks: tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial diantara representemen dan objeknya. Contoh: asap sebagai tanda adanya api.
• Simbol: merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional.apa yang disebut sebagai simbol, sebetulnya berequivalensi dengan pengertian Saussure tentang tanda. Contoh: cincin, kursi, meja.


3. Makna tanda
• Tanda berkemungkinan (rhyme): tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.
• Tanda wujud (disisign): tanda sesuai dengan kenyataan
• Tanda benar (argument): tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Ada enam prinsip dasar dalam semiotika komunikasi :
• Prinsip struktural
Tanda dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat material dan konseptual. Yang menjadi fokus penelitian adalah relasi antara unsur-unsur tersebut, karena dari relasi tersebut akan menghasilkan makna.
• Prinsip kesatuan
Sebuah tanda merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara bidang penanda yang bersifat konkrit
• Prinsip konvensional
Reaksi antara penanda dan petanda sangat tergantung pada apa yang disebut konvensi, yaitu kesepakatan sosial tentang bahasa (tanda dan makna) di antara komunitas bahasa.
• Prinsip sinkronik
Tanda dipandang sebagai sebuah sistem yang tetap di dalam konteks waktu yang dianggap konstan, stabil dan tidak berubah.

• Prinsip representasi
Tanda merepresentasikan suatu realitas yang menjadi rujukan atau referensinya.
• Prinsip kontinuitas
Relasi antara sistem tanda dan penggunanya secara sosial dipandang sebagai sebuah continuum, mengacu pada struktur yang tidak pernah berubah.
2.8.2 Asumsi Dasar Semiotika Komunikasi
1. Epistemologi
Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistim tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut.
2. Ontologi
Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Semua kenyataan cultural adalah tanda. Kita memang hidup di dunia yang penuh dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu sendiri.

3. Aksiologi
Teori ini bebas nilai karena tidak ditujukan bagi subyek yang jelas, melainkan pada subyek yang umum dan anonim. Teori ini juga aplikatif dalam kehidupan sehari-hari dan dialami oleh siapa saja.
Pada komunikasi, bidang terapan semiotika pun tidak terbatas. Adapun beberapa contoh aplikasi semiotika di antara sekian banyak pilihan kajian semiotika dalam domain komunikasi antara lain :
1. Media
2. Periklanan
3. Tanda NonVerbal
4. Film
5. Kartun Karikatur
6. Sastra
7. Musik
2.8.3 Para Pencetus dan Teori-teori Semiotika Komunikasi
2.8.3.a Teori Simbol
Teori simbol yang terkemuka dan sangat bermanfaat diciptakan oleh Susanne Langger, penulis Philosophy in a New Key yang sangat diperhatikan oleh pelajar yang mempelajari simbolisme. Teori Langer sangat bermanfaat karena teori ini mengaskan beberapa konsep dan istilah yang biasa digunakan dlam bidang komunikasi. Teori ini memberikan sejenis standarisasi untuk tradisi semiotik dalam kajian komunikasi.
Langer, seorang filsuf, memikirkan simbolisme yang menjadi inti pemikiran filosofi karena simbolisme mendasari pengetahuan dan pemahaman sesama manusia. Menurut Langer, semua binatang yang hidup didominasi oleh perasaan, tetapi perasaan manusia dimesiasikan oleh konseps, simbol, dan bahasa. Binatang merespon tanda, tetapi manusai menggunakan lebih dari sekadar tanda sederhana dengan mempergunakan simbol.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Manusia berkomunikasi dengan tanda atau sign. Tanda atau sign ini berisi isyarat atau signal yang memberikan symbol/lambang tentang isi komunikasi.
Charles Morris memberikan definisi konsep-konsepnya sebagai berikut:
Sign adalah pengganti untuk sesuatu dan harus diinterpretasikan.
Signal adalah satu stimulasi pengganti
Symbol adalah satu isyarat/sign yang dihasilkan oelh seorang penafsir sebuah signal dan berlaku sebagai pengganti untuk signal itu, dan dengannya ia bersinonim.
Salah satu tuntunan dari bahsa ilmimu ialah ketunggalan makna. Bahasa alami dapat mendukung ketunggalan makna dalam konteks tertentu bagi bidang tertentu. Ketunggalan makna itu bersumber pada bahasa alami juga.
2.8.3.b Teori Pondasi Klasik Bahasa
Penemu linguistik modern adalah Ferdinand de Saussure yang banyak memberikan kontribusi pada tradisi struktural dalam komunikasi. Saussure meyakini bahwa smua orang yang mengenal dunia ditentukan oleh bahasa. Tidak seperti kebanyakan penganut semiotik lainnya, Saussure tidak melihat tanda sebagai referensial. Tanda tidak menandakan objek, melainkan mendasari mereka. dapat saja tidak ada objek yang terpisah dari tanda yang digunakan untuk merancangnya. Hal ini menghubungkannya secara jelas dengan gagasan Langer bahwa dunia kita terdiri dari makna yang dikaitka dengan simbol-simbol penting dalam kehidupan kita.
Sasussure membuat sebuah pembeda penting antara bahasa formal, yang disebut langue, dan kegunaan bahasa sebenarnya dalam komunikasi, yang disebut. Kedua istilah Perancis ini dapat disamakan dalam bahsa inggris yang artinya bahasa dan pengucapan.
Bahasa (langue)
`Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Saussure mengajarkan bahwa tanda, termasuk bahasa, dapat berubah-ubah. Dia mencatat bahwa bahasa yang berbeda menggunakan kata-kata yang berbeda untuk hal yang sama dan biasanya tidak ada hubungan secara fisik antara sebuah kata dan acuannya. Oleh karena itu, tanda adalah kaidah yang ditata oleh aturan. Asumsi ini tidak hanya mendukung ide bahwa bahasa adalah sebuah struktur, tetapi juga memperkuat ide dasar bahwa bahasa dan realitas itu terpisah. Dan kemudian Saussure melihat bahasa sebagai sebuah sistem reprentasi realitas. Sasusure meyakini bahwa peneliti linguistik harus memperhatikan hal yang membentuk bahasa, seperti bunyi pengucapan, kata-kata, dan tata bahasa karena walaupun struktur bahasa berubah-ubah, tetapi tidak untuk penggunaan bahasa.
2.8.3.c Teori Sistem Non-Verbal
Metode structural persandian non-verbal yang menjadi inti dalam komunikasi semiotik;
Kode non-verbal
Kode non-verbal adalah kumpulan perilakuyang digunakan untuk menyampaikan arti. Judee Burgoon menggolongkan sistem kode non-verbal seperti halnya memiliki beberapa structur sifat.
1. Pertama kode non-verbal cenderung analog dari pada digital.
2. Fitur yang kedua yang ditemukan, tetapi tidak semua, dalam kode non-verbal adalah kemiripan (iconicty). Kode ikonis menyerupai benda yang telah disimbolkan (seperti ketika anda menggambarkan bentuk sesuatu dengan tangan anda).
3. Kode tertentu kelihatannya memunculkan makna universal
4. Kode non-verbal memungkinkan adanya transmisi berkesinambungan dalam beberapa pesan
5. Sinyal non-verbal sering menimbulkan sebuah respons otomatis menerobos lampu merah.
6. Pada akhirnya tanda-tanda nonverbal sering terpancar secara spontan, seperti ketika anda melepaskan rasa gugup dengan memainkan rambut anda atau menggoyangkan kaki anda.
Kode non-verbal memiliki tiga dimensi, diantaranya; semantik, sintaksis, pragmatik.
1. Semantik mengacu pada makna dari sebuah tanda.
2. Sintaksis mengacu pada pada metode bagaimana tanda-tanda tersebut disusun ke dalam sistem dengan tanda lainnya.
3. Pragmatik mengacu ada pengaruh atau perilakau yang di munculkan oleh sebuah tanda atau sekelompok tanada.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Akademi komunikasi mengangap bahwa bahasa dan perilaku lebih seiring tidak bekerja bersama, sehingga teori-teori tanda non-verbal adalah elemen penting dalam tradisi semiotik. Para ahli tidak menyepakati apakah komunikasi itu sebenarnya, seperti Randall Harrison yang menegaskan.
Istilah “komunikasi non-verbal” telah diterapkan untuk menyusun berbagai peristiwa yang membingungkan, dari masalah wilayah dan binatang sampai masalah peraturan diplomat.
• Dari mimik muka sampai hentakan otot
• Dari dalam, tetapi tidak tercurahkan, berperasaan seperti monumen rakyat diluar.
• Dari pesanan pijat sampai ajakan untuk minum.
• Dari menari dan drama sampai musik dan pelawak.
• Dari aruh pengaruh sampai arus lalu lintas.
• Dari penglihatan indra keenam sampai kekuatan kebijakan blok ekonomi internasional.
• Dari mode busana sampai dengan mode arsitektur dan komputer analog.
• Dari bau harum bunga mawar sampai bau harum cita rasa daging bakar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Memahami konteks komunikasi di dalam kehidupan sehari-hari adalah salah satu cara untuk mengetahui komunikasi lebih jauh. Dengan memahami konteks komunikasi, berarati kita telah paham membedakan macam-macam bentuk komunikasi, mulai dari komunikasi diri sendiri (intrapersonal) sampai dengan komunikasi yang secara luas. Lahirnya konteks komunikasi tentunya ada teori yang mendasari adanya konteks komunikasi, tidak ada satu konteks komunikasi-pun yang tidak mempunyai teori yang mendasarinya. Tentunya para ahli atau para pencetetus menemukan teori tersebut bukanlah mudah seperti yang kita bayangkan, banyak proses yang tentunya terjadi. Para peneliti menemukan teori biasanya mengikuti teori yang sudah ada, jadi antara konteks komunikasi dan teori-teori yang mendasari adalah satu kesatuan utuh dan tentunya tidak dapat terpisahkan antara keduanya.
3.2 Saran
Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti tidak luput untuk melakukan proses komunikasi. Semua hal yang ada di dunia ini tentunya pasti berhubungan dengan komunikasi, karena komunikasi adalah salah satu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Didalam komunikasi, pastinya sangat membutuhkan namanya pembagian masing-masing tersebut atau yang biasa kita sebut konteks-konteks komunikasi. Bersamaan dengan itu teori yang menjadi dasar konteks tersbeut sangat berpengaruh, tanpa teori-teori konteks komunikasi itu maih diragukan. Dalam memahami kedua hal ini penulis menyarankan segala sesuatu apapun yang kita lakukan diduinia ini khususnya dalam penelitian ilmuah, kalau kiata tidak mencantumkan teori yang mendasari hal tersebut maka penelitian kita masih diragukan.











DAFTAR PUSTAKA

Referensi dari Internet :

1. http://semiotikinves.wordpress.com/2010/08/26/semiotika-secara-umum/
2. http://www.scribd.com/doc/31074226/Semiotika
3. http://www.scribd.com/doc/15998955/Tekom-3Komunikasi-Organisasi
4. http://romeltea.com/komunikasi-politik
5. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/01/18/game-theory-dan-raden-pardede/
6. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2264380-teori-belajar-robert-gagne-dalam/#ixzz1rh75IWk5


Referensi dari Buku Bahasa Indonesia:

1. Arifin, Anwar. (2011). komunikasi politik (filsafat, paradigma, teori, tujuan, strategi dan komunikasi politik indonesia). Graha Ilmu: Yogyakarta
2. Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico.
3. Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Graha Ilmu : Yogyakarta.
4. Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu komunikasi teori dan praktek. Pt. Remaja rosdakarya: Bandung
5. Liliweri, Alo. (2011). Komunikasi Serba Ada dan Serba Makna. Kencana Prenada Media Group : Jakarta
6. Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.
7. Littlejohn, Stephen W dan Karen A.Foss. 2009. Teori Komunikasi. Salemba Humanika : Jakarta
8. Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
9. McQuail, Denis, Mass Communication Theory, 4th edition, Thousand Oakes: Sage, 2000
10. McQuail, Denis (1991). Teori komunikasi massa, edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
11. Pace, R. Wayne, dan Don F. Faules.1998. Komunikasi organisasi strategi meningkatkan kinerja perusahaan. Pt. Rosdakarya :bandung.
Parera, J.D.2004. Teori semantik. Penerbit Erlangga: Jakarta
12. Rakhmat, Jalaludin.(2005). Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.
13. Rush, Michael. (2000). pengantar sosisologi politik. PT.RajaGrafindo: Jakarta.
14. West, Ricard dan Lyn H.Turner (2008). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
15. West, Ricard dan Lyn H.Turner (2008). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Referensi dari Buku B.Inggris.
1. DeFleur, Melvin L, & Dennis, Everette E. (1985). “understanding mass communication”. Houghton Mifflin : Boston.
2. Griffin, EM. (2009). “A firts look at communication theory”. McGraw-Hill: New York.
3. Wood, Julia T. (2005). “Communication mosaics an introduction the field of communication ”. Thomson Higer Education: Belmont

1 komentar:

misi,,,, pengen numpang bertanya,,, kalau dalam konteks budaya arsitektural,,, misalnya rumah adat... biasanya bagian eksterior rumah adatnya memiliki corak tertentu yang bsa dikatakan ungkapan masyarakat daerahnya yg d tuangkan ke bagian eksterior rmahnya, nah apakah itu bsa dikatakan komunikasi juga? kira2 teori komunikasi yg cocok untuk memperkuat gambaran seperti itu apa ya? terima kasih

 

Posting Komentar

Pages

my foto

my foto

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Clock

My Playlist